2 Buronan Kejahatan Keuangan Ditangkap dalam Sebulan

2 Buronan Kejahatan Keuangan Ditangkap dalam Sebulan

- detikFinance
Jumat, 31 Jul 2020 22:00 WIB
Poster
Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Pelarian 11 tahun Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra berakhir sudah. Ia segera dibawa ke Indonesia. Buron kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu diterbangkan dari Malaysia.

"Mengarah ke Indonesia. Sudah mau take off dari Malaysia," ujar Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo kepada detikcom, Kamis (30/7/2020).

Djoko Tjandra semestinya berada di dalam sel sejak 2009. Saat itu Djoko Tjandra dijerat perkara cessie Bank Bali dengan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 15 juta. Namun pria berjulukan 'Joker' itu kabur ke luar negeri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada periode April-Agustus 2000, Djoko Tjandra didakwa jaksa penuntut umum (JPU) Antasari Azhar telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Bali.

Fakta-fakta menunjukkan, pemindahbukuan dari rekening bendaharawan negara ke Bank Bali berdasarkan penjaminan transaksi PT BDNI terhadap Bank Bali menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 904.642.428.369.

ADVERTISEMENT

Djoko Tjandra pun dituntut hukuman 1 tahun 6 bulan atau 18 bulan penjara. Djoko juga dituntut membayar denda sebesar Rp 30 juta subsider enam bulan kurungan, serta harus membayar biaya perkara sebesar Rp 7.500.

Djoko Tjandra bukan satu-satu boronan perkara kejahatan sektor keuangan yang berhasil ditangkap. Masih di bulan yang sama, ada juga Maria Pauline Lumowa yang berhasil ditangkap.

Apa kasus yang menjeratnya? Bagaimana proses penangkapannya? Buka halaman selanjutnya.

Tersangka pembobolan di PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) yang menjadi buronan, Maria Pauline Lumowa telah ditangkap oleh pihak Kementerian Hukum dan HAM.

Dalam rilis Kemenkum HAM seperti ditulis detikcom, Kamis (9/7/2020), Maria Pauline Lumowa terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, 27 Juli 1958, tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik Singapura.

"Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.

Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda," demikian bunyi keterangan tertulis Kemenkum HAM.

Upaya penegakan hukum memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, 16 Juli 2019. Menkum HAM Yasonna Laoly menyebut pemerintah Indonesia kemudian bersurat kepada Serbia.

"Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkum HAM," kata Yasonna.

"Selain itu, keseriusan pemerintah juga ditunjukkan dengan permintaan percepatan proses ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa. Di sisi lain, Pemerintah Serbia juga mendukung penuh permintaan Indonesia berkat hubungan baik yang selama ini dijalin kedua negara. Dengan selesainya proses ekstradisi ini, berarti berakhir pula perjalanan panjang 17 tahun upaya pengejaran terhadap buronan bernama Maria Pauline Lumowa. Ekstradisi ini sekaligus menunjukkan komitmen kehadiran negara dalam upaya penegakan hukum terhadap siapa pun yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia," ucap Yasonna.

Delegasi Indonesia pimpinan Yasonna Laoly dijadwalkan tiba di Tanah Air bersama Maria Pauline Lumowa pada Kamis (9/7/2020) lalu.


Hide Ads