Krisis ekonomi biasanya mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran, angka pengangguran naik, pemerintah kesulitan membiayai belanja, dan harga kebutuhan naik tajam.
Sedangkan depresi ekonomi, sebenarnya tidak ada definisi standar tentang perbedaan antara resesi dengan depresi. Tapi, depresi ekonomi biasanya lebih parah dalam hal besarnya dan lamanya kontraksi ekonomi.
Mengutip Fortune, terdapat perbedaan yang jelas dalam penurunan PDB dan jangka waktu krisis antara resesi dengan depresi.
Baca juga: Benarkah RI Masuk Resesi Teknikal? |
Dalam resesi, penurunan PDB berada di kisaran -0,3% hingga -5,1%. Di Amerika Serikat (AS) contohnya, penurunan PDB paling parah (-5,1%) terjadi lebih dari sepuluh tahun lalu yaitu pada Desember 2007-Juni 2009. Untuk penurunan PDB paling rendah berada di -0,3% terjadi pada Maret-November 2001.
Sedangkan dalam istilah depresi, penurunan PDB berada di kisaran -14,7% hingga -38,1%. Penurunan PDB terburuk di AS (-38,1%) terjadi pada Januari 1920- Januari 1921. Untuk penurunan PDB paling rendah berada di -14,7% terjadi pada Januari 1910-Januari 1912. Secara sekilas, nampak bila penurunan PDB pada depresi ekonomi jauh lebih buruk daripada resesi.
Selain perbedaan besar penurunan PDB, jangka waktu krisis juga menentukan perbedaan antara resesi dengan depresi. Pada resesi, jangka waktu atau lamanya krisis berlangsung selama 6-18 bulan. Sedangkan untuk depresi, lamanya krisis berlangsung antara 18-43 bulan. Dengan kata lain, depresi ekonomi merupakan kondisi yang jauh lebih parah dari resesi.
Simak Video "Jadi Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak Ingin Prioritaskan Perbaikan Ekonomi"
[Gambas:Video 20detik]
(hek/ara)