Krisis ekonomi sedang menjadi perbincangan dunia akibat dampak pandemi virus Corona (COVID-19). Setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi Indonesia kuartal II-2020 minus 5,23%, kuartal III-2020 menjadi pertaruhan apakah Indonesia akan masuk jurang resesi atau tidak.
Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi dahsyat pada 22 tahun yang lalu tepatnya 1998. Saat itu kerusuhan terjadi di mana-mana.
Ratusan perusahaan, mulai dari skala kecil hingga konglomerat bertumbangan. Sektor konstruksi, manufaktur dan perbankan adalah sektor yang dinilai terpukul cukup parah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja yang sudah 28 tahun menjadi bankir menceritakan krisis ekonomi 1998 adalah masa-masa terberat untuk dunia perbankan di Indonesia. Saat itu, International Monetary Fund (IMF) meminta pemerintah untuk menutup 16 bank kecil.
"Saya ingat, saat itu ketika bank-bank kecil ditutup masyarakat resah dan mereka memindahkan dana ke bank pemerintah dan bank besar termasuk BCA," kata Jahja saat berbincang dengan detikcom, (8/9/2018).
Dikutip dari situs resmi Bank Indonesia (BI), bahkan puluhan bank yang tercatat harus ditutup sepanjang tahun 1990-an. Saat krisis ekonomi 1997-1998 setelah 16 bank ditutup, diikuti 38 bank pada 1999. Pada tahun 2004 juga, Bank Dagang Bali dan Bank Aspac dilikuidasi dan terakhir, Bank Global ditutup pada 2005.
Dana asing cabut besar-besaran hingga pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjadi faktor banyaknya perusahaan yang bangkrut termasuk perbankan. Mata uang Garuda mulai merosot sejak Mei 1997 hingga menembus level Rp 4.650 per dolar AS di akhir 1997.
Depresiasi rupiah mencapai 197% hingga sontak mengguncang perbankan. Saat itu ekonomi Indonesia tidak tumbuh bahkan -13,1%.