Ekonomi Jepang pada kuartal II-2020 kembali mengalami kontraksi sebesar -7,8%. Laporan itu membuat Negeri Matahari Terbit itu resmi masuk jurang resesi setelah pada kuartal I-2020 ekonominya terkontraksi -2,2%.
Setelah dilemahkan oleh kenaikan pajak, permintaan yang melambat dari China dan serangkaian bencana alam, ekonomi Jepang secara resmi jatuh ke dalam resesi karena pandemi Corona. Hal itu terjadi karena ekspor turun dan secara efektif melenyapkan sektor pariwisata negara itu.
"Total dampak pandemi terhadap perekonomian hingga saat ini hampir sama dengan krisis keuangan 2008," kata Ekonom di Japan Research Institute, Michinori Naruse dikutip New York Times, Senin (17/8/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Jokowi Diwanti-wanti Resesi di Depan Mata |
Perlambatan di Jepang, meski melumpuhkan, tidak separah penurunan 9,5% yang dilakukan Amerika Serikat (AS) pada kuartal II-2020, yang menghapus hampir lima tahun pertumbuhan. Inggris, yang ekonominya terpukul paling parah dari pandemi di Eropa, bernasib lebih buruk, dengan pemerintah melaporkan penurunan kuartalan yang mengejutkan sebesar 20,4% pekan lalu.
Jepang tidak pernah melakukan lockdown penuh selama pandemi. Namun aktivitas ekonomi tetap menurun secara signifikan karena pekerja dan konsumen memilih untuk tetap tinggal di rumah. Tetapi pada akhir kuartal II-2020, efek penuh dari paket stimulus ekonomi sekitar 40% dari produk domestik bruto negara itu, termasuk pemberian tunai dan pinjaman tanpa bunga mulai terasa.
"Kami mengalami pukulan besar pada bulan April dan Mei, tetapi ekonomi mencapai titik terendah pada bulan Mei, dan pada bulan Juni kami benar-benar mengalami rebound yang cukup besar," kata Kepala Ekonom Jepang di Bank of America Merrill Lynch, Izumi Devalier.
Baca juga: Siap-siap! Ekonomi RI 2020 Masih Bisa Minus |
Peningkatan tersebut sebagian besar didorong oleh berakhirnya keadaan darurat nasional negara itu pada akhir Mei, ketika pekerja mulai kembali ke kantor dan konsumen kembali ke toko, didukung oleh pemeriksaan subsidi pemerintah.
"Kami mengalami rebound pembukaan kembali mekanis ini pada bulan Juni karena orang-orang mulai keluar dan berbelanja lagi. Pemberian uang tunai pada dasarnya diterima dari akhir Mei hingga Juni, jadi ketika ekonomi dibuka kembali, orang-orang memiliki uang tunai untuk dihabiskan," ucap Devalier.
Itu menjadi peningkatan tajam dalam penjualan ritel di bulan Juni. Produksi dan ekspor industri juga meningkat dan tingkat pengangguran negara itu benar-benar turun, turun sepersepuluh poin menjadi 2,8% selama bulan yang sama.
Angka itu adalah alasan untuk percaya bahwa Jepang akan keluar dari resesi ini lebih cepat dari yang dipikirkan banyak orang.
"Perusahaan Jepang kaya akan uang. Bantalan mereka akan menjadi sangat, sangat berguna untuk negara itu mengatasi pandemi," sebutnya.
(eds/eds)