5 Dampak yang Bisa Timbul Bila Motor Kena Ganjil Genap

5 Dampak yang Bisa Timbul Bila Motor Kena Ganjil Genap

Trio Hamdani - detikFinance
Senin, 24 Agu 2020 08:00 WIB
Setelah uji coba selama satu bulan, sistem ganjil genap akan mulai resmi diberlakukan besok.
Bagi para pelanggar tak lagi akan diberi teguran, sanksi maksimal Rp 500 ribu mengancam.
Sistem ganjil genap diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu pasal 280 yang mengatur pemasangan tanda nomor kendaraan.
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan Pergub Nomor 80 Tahun 2020 tentang pelaksanaan PSBB transisi menuju new normal. Di dalamnya diatur mengenai ganjil genap untuk sepeda motor walaupun belum dipastikan kapan berlaku.

Menurut Analis Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah ada sejumlah dampak yang perlu diperhatikan jika aturan ganjil genap diberlakukan untuk sepeda motor.

Pertama, jika itu dilakukan, masyarakat bisa saja membuat plat nomor palsu untuk mengakali kebijakan ganjil genap. Jadi ketika motor berplat ganjil dilarang melintas, dia menggunakan plat nomor genap. Hari berikutnya diganti dengan plat nomor ganjil. Begitu seterusnya.

"Efek dominonya itu tentu satu, banyak orang akan memalsukan plat nomor (kendaraan)," kata dia saat dihubungi detikcom, Minggu (23/8/2020).

Yang kedua, lanjut dia akan banyak pemotor yang main kucing-kucingan dengan aparat agar tidak ketahuan melanggar aturan ganjil genap. Lalu yang ketiga, kebijakan itu bisa memicu meningkatnya rantai penyebaran virus Corona karena orang berdesak-desakan naik angkutan umum.

Kemudian yang keempat, nantinya masyarakat bisa terdorong untuk membeli sepeda motor agar memiliki kendaraan berplat ganjil dan genap. Kelima, kurir kantor yang tak berseragam resmi sebagai penyedia jasa ekspedisi bisa ikut terkena dampak pemberlakuan ganjil genap karena dianggap pengguna kendaraan pribadi.

"Kan banyak juga pengiriman dari perusahaan-perusahaan itu kan banyak menggunakan motor kan, motor perusahaan tapi tetap jadi motor pribadi kan. Pada saat itu kan akan menyulitkan pengiriman barang. Jadi kalau motor ini dampaknya banyak sekali," tambahnya.

Aturan tersebut juga dinilai sebagai kebijakan yang membingungkan. Klik halaman selanjutnya.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan jika kebijakan itu dipaksakan maka pengguna kendaraan roda dua akan beralih ke transportasi publik.

Masalahnya dengan keterbatasan daya angkut kendaraan umum akan menyebabkan penumpukan orang yang mana itu kontradiktif dengan upaya menekan penyebaran virus Corona (COVID-19) melalui jaga jarak fisik (physical distancing).

"Ganjil genap itu kan awalnya untuk mengurangi kepadatan lalu lintas, dan meningkatkan orang menggunakan angkutan umum, itu awalnya. Terus ketika COVID kan dipakai supaya orang tidak bepergian, mengurangi orang bepergian, dan tentu juga mengurangi kepadatan di angkutan umum. Jadi kegunaannya bertolak belakang sudah," katanya.

Oleh karenanya dia menyebut kebijakan yang diatur dalam Pergub Nomor 80 Tahun 2020 tentang pelaksanaan PSBB transisi menuju new normal, itu merupakan kebijakan bingung.

"Jadi itu keluar dari kebijakan aslinya, aslinya untuk membatasi kendaraan dan meningkatkan penggunaan angkutan umum, menjadi membatasi orang keluar dan mengurangi orang naik angkutan umum kan. Nah itu kebijakan bingung namanya. Jadi nggak jelas, dari sisi kebijakannya nggak jelas," ujarnya.

Dia menyatakan jumlah armada angkutan umum masih kurang. Kalau kebijakan ganjil genap motor mau dipaksakan menurutnya tranportasi publiknya harus diperbanyak.

"Kalau mau dipaksakan, transportasi publiknya diperbanyak. Nanti Anda tanya, nanti orang tambah banyak? ya itu risikonya. Makanya mengeluarkan kebijakan itu harus jelas, tidak berdiri sendiri," tambahnya.

Pengusaha pun ikut dilema soal kebijakan tersebut. Baca di halaman selanjutnya.

Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Hipmi Mardani H Maming memahami kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi pergerakan orang demi menekan penyebaran virus Corona (COVID-19), tapi dilemanya, orang-orang yang bekerja tidak mungkin tetap tinggal di rumah saja. Mereka tetap harus melakukan mobilitas dengan kendaraan.

"Tentu dalam hal ini kadangkala memang pengusaha, karyawan ini mengalami hal yang sangat dilematis, yang seperti ini ya kadang kala tidak keinginan, misalkan di rumah aja ini tidak sejalan dengan orang-orang yang sektor pekerjaan non formal, orang-orang pekerja kantor dan lain-lain," kata dia.

Namun, terlepas dari itu dia mengatakan pihaknya mendukung kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah.

"Jadi ini ya kadang kala menjadi dilematis dan kita harapkan ini bisa ada sinkronisasinya ke depan. Memang pasti ada terkendala, hanya saja kita juga sangat mengikuti, dari sisi pengusaha sangat mengikuti peraturan Gubernur, kita sangat mengikuti peraturan pemerintah pusat juga, hanya saja memang perlu melakukan sinkronisasi," tambahnya.

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan selama kebijakan tersebut hanya berlaku di masa PSBB transisi, pengusaha akan mendukung.

"Kalau memang tujuannya adalah untuk sementara selama PSBB ya berarti tujuannya adalah dalam rangka untuk bagaimana kita mematikan penularan virus Corona. Pada prinsipnya kita mendukung," kata dia saat dihubungi.

Dirinya memahami bahwa penularan COVID-19 di Jakarta masih cukup tinggi. Jadi dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan penularan bisa ditekan seminimal mungkin. Tapi dia mengingatkan kebijakan itu jangan bersifat permanen.

"Kalau memang untuk jangka panjang memang perlu itu devaluasi karena nanti akan menurunkan produktivitas," tambahnya.




(toy/zlf)

Hide Ads