Setelah Menimpa Ratusan Toko, Ritel Ini Tunggu Giliran Bangkrut

Setelah Menimpa Ratusan Toko, Ritel Ini Tunggu Giliran Bangkrut

Anisa Indraini - detikFinance
Minggu, 30 Agu 2020 10:30 WIB
Petugas keamanan berjalan di depan toko yang tutup di Pasar Asem Reges, Jakarta Barat, Selasa (21/7/2020). Pengelola Pasar Asem Reges menutup sementara pasar tersebut dari Senin (20/7) hingga Rabu (22/7) menyusul satu orang pedagang terkonfirmasi positif COVID-19 berdasarkan hasil tes usap (swab test).
Ilustrasi Foto: ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI
Jakarta -

Ritel yang mengajukan kebangkrutan akibat pandemi virus Corona (COVID-19) belum berhenti. Utang dan penurunan penjualan membuat perusahaan jatuh ke dalam jurang kebangkrutan.

Dikutip CNN, Minggu (30/8/2020), dalam Agustus ini setidaknya tiga perusahaan terkenal mengajukan pailit yang dinyatakan dalam Bab 11 Undang-Undang (UU) Kepailitan Amerika Serikat (AS) atau populer dengan sebutan Chapter 11 tentang reorganisasi sesuai hukum kepailitan AS.

Meskipun jumlahnya lebih sedikit dari bulan sebelumnya, hal itu menambah jumlah beberapa ratus toko yang lebih dulu tutup dan ribuan karyawan terpaksa kehilangan pekerjaan. Pada Juli, beberapa merek terkenal termasuk Sur La Table, Ascena Retail Group, dan Brooks Brothers mencari perlindungan dari kebangkrutan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Daftar ritel yang mengajukan kebangkrutan diramal belum akan berakhir. Sebab kepercayaan konsumen tercatat turun di Agustus ke level terendah dalam enam tahun karena orang AS khawatir tentang pemulihan ekonomi yang rapuh dan pasar kerja yang tidak pasti.

J.Jill, (JILL), Destination XL (DXLG) dan Christopher & Banks (CBKC) adalah peritel yang diperdagangkan secara publik dan rentan bangkrut karena meningkatnya kemungkinan gagal bayar.

ADVERTISEMENT

Menurut laporan terbaru dari S&P Global Market Intelligence, 44 ritel menyatakan bangkrut tahun ini. Jumlah kebangkrutan tahun ini melampaui total setahun penuh untuk 2019 dan menyaingi rekor 45 pengajuan sepanjang 2011.

Pemilik mal juga tidak lepas dari risiko kebangkrutan. CBL Properties (CBL) mengatakan bahwa mereka dapat mengajukan kebangkrutan paling lambat 1 Oktober karena sewa yang tidak tertagih, lalu lintas pelanggan yang menurun dan hutang yang meningkat.

CBL mengatakan punya sekitar US$ 220 juta atau setara Rp 3,21 triliun (kurs Rp 14.600/US$) dalam bentuk tunai, yang diharapkan cukup untuk memenuhi kebutuhan operasional dan restrukturisasi CBL. Perusahaan sendiri memiliki 90 mal, yang terutama berada di tenggara dan barat tengah AS.

Ritel yang Sudah Mengajukan Bangkrut

Toserba pertama yang mengajukan bangkrut adalah Lord & Taylor pada 2 Agustus lalu. Awalnya mengumumkan 19 toko ditutup, kemudian nambah 5 lagi sekitar dua minggu kemudian. Seminggu kemudian, semua 38 tokonya diumumkan akan dilikuidasi dan menjadi penurunan yang luar biasa untuk pengecer berusia hampir 200 tahun itu.

Perusahaan ini pernah menjadi andalan fashion kelas atas. Hudson's Bay Company mengakuisisi Lord & Taylor pada tahun 2012 sebelum menjualnya pada tahun 2019 ke Le Tote, Inc., sebuah layanan langganan sewa busana, seharga US$ 75 juta atau setara Rp 1,1 triliun.

Kemudian Tailored Brands (TLRD), telah mengidentifikasi 500 toko untuk ditutup dan mengumumkan PHK 20% dari posisi perusahaannya. Perusahaan ini memiliki sekitar 1.500 toko di AS, dengan sekitar setengahnya beroperasi dengan nama Men's Wearhouse.

Selanjutnya ada Stein Mart yang mengajukan kebangkrutan pada 12 Agustus dan akan menutup hampir 300 tokonya dalam beberapa bulan mendatang. Perusahaan berusia 112 tahun itu menyebut bahwa COVID-19 menyebabkan kesulitan keuangan bagi perusahaan.

Perusahaan juga mempertimbangkan alternatif strategis, termasuk penjualan situs web dan kekayaan intelektualnya. Pier 1 Imports baru-baru ini melakukan hal yang sama dan menjual situs web serta kekayaan intelektualnya kepada sebuah perusahaan investasi.



Simak Video "Video WHO soal Ilmuwan China Temukan Virus Corona Baru Mirip Penyebab Covid-19"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads