Harga minyak dunia hancur-hancuran sejak dihajar pandemi COVID-19. Hal ini membuat para produsen minyak putar otak untuk bisa bertahan di tengah kondisi tersebut. Tak terkecuali bagi Saudi Aramco yang merupakan produsen minyak terbesar dan paling menguntungkan di dunia.
Jatuhnya harga minyak tahun ini, menjadi tantangan yang berat bagi raksasa minyak asal Arab Saudi tersebut. Apalagi, mereka punya kewajiban membayar dividen kepada seluruh pemegang saham dan membiayai sebagian besar pengeluaran pemerintah di sana.
Sekarang, Saudi Aramco mungkin terpaksa melakukan apa yang tak pernah terpikirkan sebelumnya yaitu melepas dan menjual aset mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari CNN, Jumat (4/9/2020), laba bersih Aramco anjlok lebih dari 73% menjadi hanya US$ 6,6 miliar karena kebijakan lockdown yang mengurangi permintaan produk energi secara tajam.
CEO Amin Nasser mengatakan bulan lalu, ketika ekonomi mulai dibuka kembali, permintaan akan minyak pun mengalami pemulihan parsial.
Namun, Kepala Pasar Minyak di IHS Markit, Jim Burkhard mewanti-wanti bahwa permintaan akam minyak tidak akan mencapai level sebelum pandemi hingga setidaknya akhir kuartal I-2021.
"Agar permintaan kembali sepenuhnya, perjalanan, terutama perjalanan udara, perlu kembali normal. Dan itu tidak akan terjadi sampai ada penanganan virus dan vaksin yang efektif," ujar Burkhard dikutip dari CNN, Jumat (4/9/2020).
Hal ini tentu jadi masalah bagi Saudi Aramco karena dibebani dengan kewajiban membayar dividen tahunan untuk lima tahun ke depan sebesar US$ 75 miliar.
Dividen tersebut adalah bagian penting dari promosinya kepada investor saat penawaran umum perdana pada bulan Desember lalu, dan merupakan alasan penting Aramco masih bernilai US$ 1,9 triliun, menjadikannya perusahaan publik paling berharga kedua di dunia setelah Apple (AAPL).
Selain itu, perusahaan juga diharapkan tetap melakukan pembayaran kepada pemerintah Saudi, yang mengandalkan pendapatan minyak untuk mendanai pengeluaran sosial dan militer mereka yang cukup besar.
(eds/eds)