Tak Mau WFH Total, Pengelola Gedung Perketat Protokol Kesehatan

Tak Mau WFH Total, Pengelola Gedung Perketat Protokol Kesehatan

Soraya Novika - detikFinance
Jumat, 11 Sep 2020 20:30 WIB
Gedung perkantoran bertingkat di Jakarta. dikhy sasra/ilustrasi/detikfoto
Foto: dikhy sasra
Jakarta -

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan mewajibkan kerja dari rumah atau work from home (WFH) saat PSBB total berlaku per 14 September 2020 nanti. Akan tetapi, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pemeliharaan Gedung atau Building Engineering Association (BEA) Mardi Utomo mengaku belum mendapat kepastian terkait kewajiban WFH tersebut. Untuk itu, dia berharap perkantoran masih diizinkan beroperasi dalam kapasitas 50% seperti masa transisi saat ini.

"Kita tidak tahu apakah nanti kebijakan yang diambil gubernur ini totally itu harus WFH, apa masih ada beberapa yang diizinkan untuk bekerja katakanlah 50%, nah itu kita belum tahu," ujar Mardi kepada detikcom, Jumat (11/9/2020).

Bila diizinkan perkantoran tetap buka dengan kapasitas 50%, maka pihaknya akan memperketat penerapan protokol kesehatan di gedung-gedung perkantoran maupun pusat perbelanjaan yang dikelolanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pengelola pemeliharaan gedung pasti membuat strategi bagaimana bisa memastikan orang yang masuk ke dalam gedung itu benar-benar 50%. Walaupun selama ini sudah dilakukan, tapi perketatan itu pasti dilakukan karena kita tidak mau ada klaster baru di perkantoran maupun pusat perbelanjaan, itu kan kita nggak mau juga," katanya.

Beberapa yang diperketat mulai dari kapasitas parkir kendaraan di gedung-gedung perkantoran maupun pusat perbelanjaan.

ADVERTISEMENT

"Caranya pembatasan jumlah parkir, jumlah parkir itu, misal yang tersedia 500 berarti 250 yang harus kita akomodir, di sistem akan dibuat kalau sudah mendekati 250 ya sistemnya harus ditutup, kalau yang di mal misalnya itu harus menunggu mobil yang di dalam keluar dulu, salah satunya akan dibuat seperti itu," tuturnya.

Lalu, memperketat pengawasan di pintu-pintu masuk dan keluar gedung. Diupayakan ada sinkronisasi antara jumlah pengunjung yang masuk dan keluar gedung.

"Kemudian di sisi pintu masuk utama itu pasti akan ada pengetatan bagaimana ada data logger ya, jadi orang yang masuk benar-benar terdata, in dan out nya harus terjadi sinkronisasi. Kalau selama ini, kebijakan itu sudah dilakukan cuma mungkin pelaksanaannya kurang tapi dengan kondisi seperti ini pasti akan kita lebih perketat," ungkapnya.




(eds/eds)

Hide Ads