Setelah 29 negara resmi resesi, kini Selandia Baru juga terseret ke jurang tersebut. Penyebabnya tak lain dan tak bukan yakni pandemi virus Corona (COVID-19) yang memporak-porandakan perekonomian global.
Selandia Baru resesi setelah dua kuartal berturut-turut ekonominya mengalami kontraksi. Produk Domestik Bruto (PDB) Selandia Baru terkontraksi 12,4% secara year-on-year (yoy). Sementara secara kuartalan terkontraksi 12,2%. The Reserve Bank of New Zealand memperkirakan penurunan ekonomi secara kuartalan dan tahunan sebesar 14%.
Melemahnya perekonomian Selandia Baru akibat kebijakan lockdown pada April dan Mei untuk mencegah penyebaran Corona. Keputusan itu membuat semua orang tinggal di rumah dan kegiatan bisnis banyak yang tutup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 3 Fakta Selandia Baru Masuk Jurang Resesi |
Lantas, bagaimana dampaknya ke Indonesia?
Selandia Baru merupakan salah satu mitra dagang Indonesia. Dikutip dari situs resmi Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indonesia punya potensi besar mengekspor produk hospitality, ikan tuna segar beku, kopi, kopra, cengkih, pala, rumput laut, produk rotan, produk kerajinan tangan, ban mobil, bahan peledak, pencetakan alat transaksi pembayaran, serta produk industri meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE) ke Selandia Baru.
Pada 2019, produk ekspor utama Indonesia ke Selandia baru dan negara di kawasan Pasifik antara lain komponen elektronik, kelapa sawit, ban, dan tembakau. Sementara impor Indonesia dari kawasan Pasifik adalah batu bara bitumen, produk peternakan, gandum, konsentrat bijih besi, dan gula mentah.
Berdasarkan data BPS, total ekspor Indonesia ke Selandia baru pada tahun 2019 mencapai 2 juta ton dengan nilai US$ 447,51 miliar. Sementara, total ekspor Indonesia ke Selandia Baru selama bulan Januari-Juli 2020 sebesar 1,26 juta ton dengan nilai US$ 261,90 miliar.
Sementara, total impor Indonesia dari Selandia Baru pada tahun 2019 mencapai 843.348 ton dengan nilai US$ 763,59 miliar. Lalu, total impor Indonesia dari Selandia Baru selama bulan Januari-Juli 2020 sebesar 355.057 ton dengan nilai US$ 446,58 miliar.
Berlanjut ke halaman berikutnya.