Dampak pandemi virus Corona (COVID-19) sangat terasa di industri hotel dan restoran. Sektor yang sangat bergantung pada pergerakan manusia itu harus terpuruk karena pandemi menyebabkan pengunjung menurun drastis.
Bulan-bulan pertama pembatasan sosial, terutama Maret-Mei, jumlah pengunjung di restoran, atau okupansi hotel merangkak. Kerugian yang ditanggung pun tak kecil, mencapai Rp 85 triliun per Juni 2020.
"Kalau sampai Juni potential loss hotel sampai Rp 40 triliun, sedangkan untuk restoran sekitar Rp 45 triliun," kata Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani dalam wawancara khusus dengan detikcom, Kamis (17/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski rugi besar, para pengusaha berupaya bangkit dengan memberikan diskon atau promosi besar-besaran demi menarik pengunjung. Sejak bulan Juli, sejumlah kawasan wisata pun mulai dikunjungi wisatawan kembali, seperti di Bali, Puncak Bogor, Kota Bandung, dan sebagainya.
"Tapi ketika pariwisata mulai ramai lagi itu sangat membantu, lumayan. Tapi memang mereka ramainya hanya weekend. Jadi kalau weekdays masih berat. Tapi paling tidak lumayan lah ada pendapatan masuk," tutur Hariyadi.
Namun, ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan PSBB Jakarta diperketat lagi, para pengusaha kembali 'mengencangkan ikat pinggang'.
"Nah sekarang ya mulai persiapan lagi. Tapi kalau menutupi kerugian kemarin itu jauh, masih belum. Kalau kita bicara menutup kerugian sudah nggak mungkin, 2020 ini sudah pasti loss," ujarnya.
Hariyadi mengatakan, pengetatan PSBB Jakarta ini sangat berpotensi berdampak pada daerah lain. Pasalnya, Ibu Kota ini menjadi barometer.
"Nah kalau secara keseluruhan, yang di luar Jakarta itu kondisinya berat, terpuruk. Karena otomatis kalau Jakarta mengumumkan PSBB itu impact-nya ke daerah," papar dia.
Langsung klik halaman selanjutnya
Simak Video "Video: PHRI Bali Bicara Akomodasi Ilegal di Balik Turunnya Tingkat Hunian Hotel"
[Gambas:Video 20detik]