Nasib Ngenes Bisnis Hotel Imbas Corona hingga Mulai Bangkit

Nasib Ngenes Bisnis Hotel Imbas Corona hingga Mulai Bangkit

Vadhia Lidyana - detikFinance
Sabtu, 19 Sep 2020 09:30 WIB
Poster
Ilustrasi/Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Dampak pandemi virus Corona (COVID-19) sangat terasa di industri hotel dan restoran. Sektor yang sangat bergantung pada pergerakan manusia itu harus terpuruk karena pandemi menyebabkan pengunjung menurun drastis.

Bulan-bulan pertama pembatasan sosial, terutama Maret-Mei, jumlah pengunjung di restoran, atau okupansi hotel merangkak. Kerugian yang ditanggung pun tak kecil, mencapai Rp 85 triliun per Juni 2020.

"Kalau sampai Juni potential loss hotel sampai Rp 40 triliun, sedangkan untuk restoran sekitar Rp 45 triliun," kata Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani dalam wawancara khusus dengan detikcom, Kamis (17/9/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski rugi besar, para pengusaha berupaya bangkit dengan memberikan diskon atau promosi besar-besaran demi menarik pengunjung. Sejak bulan Juli, sejumlah kawasan wisata pun mulai dikunjungi wisatawan kembali, seperti di Bali, Puncak Bogor, Kota Bandung, dan sebagainya.

"Tapi ketika pariwisata mulai ramai lagi itu sangat membantu, lumayan. Tapi memang mereka ramainya hanya weekend. Jadi kalau weekdays masih berat. Tapi paling tidak lumayan lah ada pendapatan masuk," tutur Hariyadi.

ADVERTISEMENT

Namun, ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan PSBB Jakarta diperketat lagi, para pengusaha kembali 'mengencangkan ikat pinggang'.

"Nah sekarang ya mulai persiapan lagi. Tapi kalau menutupi kerugian kemarin itu jauh, masih belum. Kalau kita bicara menutup kerugian sudah nggak mungkin, 2020 ini sudah pasti loss," ujarnya.

Hariyadi mengatakan, pengetatan PSBB Jakarta ini sangat berpotensi berdampak pada daerah lain. Pasalnya, Ibu Kota ini menjadi barometer.

"Nah kalau secara keseluruhan, yang di luar Jakarta itu kondisinya berat, terpuruk. Karena otomatis kalau Jakarta mengumumkan PSBB itu impact-nya ke daerah," papar dia.

Langsung klik halaman selanjutnya

Secara khusus, menurutnya pengusaha hotel di Jakarta bisa bertahan lebih baik karena pemerintah berencana menggunakan kamar hotel untuk fasilitas isolasi mandiri. Sejauh ini, para pengusaha sudah menyiapkan 20 hotel dan 4.000 kamar untuk menyambut rencana pemerintah itu.

"Kalau sektor hotel yang mungkin nanti agak tertolong adalah yang akan dipakai isolasi mandiri oleh pemerintah, karena itu kan dibayar pemerintah. Sementara yang nggak dibayar itu saya pikir kondisinya akan jelek, hotel-hotel yang nggak dipakai isolasi mandiri oleh pemerintah," imbuh Hariyadi.

Meski begitu, menurut Hariyadi yang dapat menyelamatkan industri perhotelan dan restoran secara efektif hanyalah penanganan virusnya. Hal itu menurutnya dapat memicu kembali permintaan masyarakat untuk menginap di hotel, dan juga mengunjungi restoran.
"Yang dibutuhkan itu sebetulnya demand-nya balik, itu yang kami harapkan. Stimulus itu kan sifatnya sementara. Mau berapa pun, kalau masyarakatnya nggak bisa beraktivitas ya nggak pengaruh juga, pasti jauh lebih jelek lagi. Makanya kita berharap penanganan virusnya ini paling penting," urainya.

Selain itu, ia meyakini jika proses vaksinasi sudah berjalan efektif, maka sektor pariwisata Indonesia bisa pulih dalam kurun waktu 6 bulan.

"Tadinya kami pikir akan membutuhkan waktu lama. Tapi kalau itu bisa cepat, jadi ada beberapa faktor yang mempercepat. Pertama efektivitas vaksin seperti apa, kedua adalah dari kepercayaan masyarakat seberapa tinggi, dan menurut kami cukup tinggi. Karena kami melihat beberapa survei itu cukup positif dalam hal melihat, istilahnya bukan penakut," tandas dia.



Simak Video "Video: PHRI Bali Bicara Akomodasi Ilegal di Balik Turunnya Tingkat Hunian Hotel"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads