Kementerian BUMN merespons kritik Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok soal pembentukan superholding. Ahok menilai, Kementerian BUMN sebaiknya dibubarkan dan digantikan superholding seperti halnya Temasek di Singapura.
Menurut Ahok, hal itu perlu dilakukan karena tak seorang pun yang bisa mengawasi perusahaan pelat merah termasuk presiden.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan, pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) holding atau superholding yang dibentuk sebanyak dua. Di masa Menteri BUMN Rini Soemarno pun demikian, sub holding yang terbentuk sekitar dua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arya bilang, pembentukan superholding bukanlah hal yang gampang.
"Ini kita belum setahun udah banyak bikin sub holding. Ini sekalian menjawab ini perlu dibubarkan saja perlu superholding, nggak gampang, banyak sekali, banyak banget yang harus dikerjakan," katanya dalam sebuah webinar, Minggu (20/9/2020).
Arya mengatakan, dalam pembentukan sub holding asuransi misalnya, terdapat perusahaan yang menyandang status perusahaan umum (perum) diubah menjadi PT. Artinya, dalam perubahan status ini harus ada perubahan dalam peraturan pemerintah (PP).
"Itu perbankan aja kalau mau diholding, subholding kan itu harus ubah undang-undang karena bisa monopoli," sambungnya.
Dia menambahkan, wacana superholding sendiri bukanlah hal yang baru. Menurutnya, sudah ada sejak Tanri Abeng atau Menteri BUMN pertama.
"Itu kan ide lama bukan ide baru, sejak jaman Pak Tanri Abeng, sejak jaman Pak Tanri Abeng itu baru berapa sub holding yang terjadi," terangnya.
(acd/dna)