Anggota Komisi XI Fraksi Partai Golkar DPR RI M. Sarmuji menanggapi berkembangnya perdebatan apakah Indonesia akan mengalami resesi ekonomi atau tidak. Menurutnya secara teknikal Indonesia memang berkemungkinan masuk dalam kategori resesi, karena per definisi jika suatu negara mengalami pertumbuhan negatif dalam dua kuartal berturut-turut negara tersebut masuk kategori resesi.
"Pertumbuhan ekonomi kita pada kuartal kedua tumbuh minus 5,3% dan jika pada kuartal ketiga pertumbuhan masih negatif maka secara teknis dikategorikan resesi," ungkap Sarmuji, dalam keterangan tertulis, Rabu (23/9/2020).
Namun Sarmuji mengingatkan hal itu bukan berarti ada guncangan besar dari sisi ekonomi. "Jangan bayangkan jika secara teknis masuk resesi seolah-olah ekonomi berhenti seketika," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sarmuji pun memberikan keyakinan fase krisis yang sebenarnya sudah di lalui. "Fase krisis di mana Indonesia mengalami kontraksi paling dalam secara ekonomi sudah dilalui yaitu pada kuartal kedua kemarin," ungkapnya.
Sarmuji mengatakan kuartal ketiga nanti diperkirakan kontraksi sudah tidak akan besar lagi. Menurutnya kuartal ketiga kemungkinan masih mengalami minus tapi sudah tidak terlalu besar.
Dengan demikian bisa dipastikan ekonomi saat ini sudah dalam mulai membaik, namun hanya tidak bisa tiba-tiba menjadi sehat seperti sebelum pandemi. "Kuartal ketiga sebenarnya ekonomi sudah mulai melakukan pembalikan arah ke arah positif tetapi karena kuartal kedua minus 5,3% agak berat utk sampai ke level di atas 0%," ungkap Sarmuji.
Sarmuji memperkirakan secara tahunan ekonomi Indonesia tahun 2020 ada di kisaran -1% sampai 0% dengan ditopang pertumbuhan positif di kuartal keempat. Trend ekonomi global saat ini juga mulai membaik dan akan menciptakan permintaan terhadap komoditas Indonesia. Ditambah lagi program sosial pemerintah juga digencarkan.
"Semoga dengan segala usaha pemerintah dan bantuan langsung yang diberikan ke masyarakat, ekonomi sudah tumbuh positif pada kuartal empat 2020 ini," ujar Sarmuji.
Sarmuji juga menyarankan beberapa rekomendasi. Pertama, pemerintah harus memanfaatkan ekonomi global yang sudah mulai menunjukkan tanda perbaikan dengan mencermati pasar luar negeri dan komoditas apa yang bisa di suplay dari Indonesia. Kedua, agar pemerintah segera memacu pengeluaran pemerintah. Ketiga, mempercepat pencairan berbagai program sosial untuk meningkatkan daya beli.
"Jika ekspor meningkat dan konsumsi dan pengeluaran pemerintah bisa dipercepat otomatis akan menjadi daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi," pungkas Sarmuji.
(ega/hns)