Mengurai Benang Ruwet yang Bikin Logistik RI Lebih Mahal dari Malaysia

Mengurai Benang Ruwet yang Bikin Logistik RI Lebih Mahal dari Malaysia

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 24 Sep 2020 15:04 WIB
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Terminal 3 Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/2/2020). Selama Januari 2020, ekspor nonmigas ke China mengalami penurunan USD 211,9 juta atau turun 9,15 persen dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Sementara secara tahunan masih menunjukkan pertumbuhan 21,77 persen (yoy).
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Direktorat Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan akan menerapkan sistem National Logistic Ecosystem (NLE). Sistem ini diharapkan bisa mengurai benang kusut logistik yang membuat logistik RI lebih mahal dari negara tetangga.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, berdasarkan studi ALFI (Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia) saat ini ini biaya logistik Indonesia mencapai 23,5% dari PDB. Angka itu jauh lebih tinggi dari Malaysia yang hanya sebesar 13% dari PDB.

"Performance dari logistik kita dalam EODB mengenai berapa jumlah hari jam waktu untuk menyelesaikan proses logistik itu belum menunjukkan perbaikan signifikan. Dari trade across border, dari EODB hanya naik sedikit dari 67,3 ke 69,3 atau sebetulnya tidak terlalu bagus," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (24/9/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh karena itu, lanjut Sri Mulyani, perlu dilakukan reformasi di bidang logistik nasional. Dengan dibentuknya NLE diharapkan biaya logistik yang tinggi itu bisa diturunkan menjadi 17%.

"Penurunan sekitar 5-6% ini terutama nanti dikontribusikan dari seluruh proses hulu-hilir terutama dalam me-link atau menghubungkan sektor-sektor transportasi dan juga utk mensimplifikasi proses, menghilangkan repetisi dan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Sri Mulyani menjelaskan, biaya logistik yang mahal itu disebabkan kerumitan dalam proses logistik secara keseluruhan. Importir atau eksportir setidaknya harus melakukan sampai 17 kali transaksi layanan terhadap berbagai kementerian dan lembaga.

"Kita semua tau, gambaran sistem logistik kita saat ini seperti benang ruwet. Meski dulu sudah merintis dengan adanya national single window yang menghubungkan beberapa dari kementerian dan logistik, kalau nggak salah dulu mulai 16, namun belum sampai buat satu sistem ekosistem yang bisa mempermudah di dalam transaksinya dengan para pelaku usaha," terangnya.

Dengan penataan melalui NLE, seluruh proses akan dikoordinasikan. Dengan adanya proses reformasi logistik ini diharapkan terjadi efisiensi. Dengan begitu tingkat kompetisi ekonomi nasional juga bisa meningkat.

"Dengan national logistic ecosystem (NLE), diharapkan akan ada semacam kemudahan dan clarity atau kejelasan di dalam seluruh proses di mana dokumen dan proses itu bisa di-share. Meskipun ini bukan suatu integrasi, tapi kolaborasi yang sangat mempermudah dan menyederhanakan," tutupnya.




(das/dna)

Hide Ads