Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 ditetapkan pada 9 Desember mendatang. Pemerintah menyatakan penyelenggaraan Pilkada tidak akan ditunda meski pandemi COVID-19 terus meningkat.
Namun, pemerintah akan mengatur penyelenggaraan Pilkada lebih ketat lagi dan melarang kegiatan yang berpotensi memperluas penyebaran COVID-19, dengan merevisi Peraturan KPU (PKPU) atau lewat Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pelaksanaan Pilkada selama pandemi COVID-19.
Menanggapi kebijakan tersebut, Pakar Digital, Anthony Leong mengatakan, Pilkada harus dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan ketat, disertai penegakkan hukum dan sanksi tegas agar tidak terjadi klaster baru Pilkada. Dia pun mengajak semua pihak untuk bergotong-royong mencegah potensi klaster baru penularan COVID-19 pada setiap tahapan Pilkada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pelaksanaan Pilkada 2020 secara serentak harus menerapkan protokol kesehatan tanpa mengenal warna zonasi wilayah. Jika jumlah pasangan calon (paslon) Pilkada 1.374 orang dikali 10 titik selama masa kampanye 71 hari, maka akan menciptakan 975.540 titik penyebaran COVID-19. Tingkat positif ini adalah 10% maka berpotensi 10 dari 100 orang dikali 975.540 titik maka ada 9.755.400 orang yang berpotensi besar terpapar. Ini sangat membahayakan kalau ada ruang untuk kontak fisik lagi. Pemerintah harus menetapkan peraturan totally digital dalam pilkada di tengah pandemi, jika tidak jangan ada pilkada hingga vaksin ditemukan," ujar Anthony di Jakarta (24/9/2020).
Anthony mengusulkan, pemerintah harus mempersiapkan segala upaya untuk menghadapi Pilkada dengan kepatuhan pada protokol kesehatan dan penegakan hukum. Termasuk pada saat kampanye, dianjurkan harus digital.
"Kampanye itu harus dipertimbangkan faktor demografis dan sosiologis dari masyarakat. Kampanye itu kadangkala membuat daya kritis masyarakat menjadi rendah karena ada faktor kecintaan dari pendukung, fanatisme dan lainnya. Ini harus dipikirkan pemerintah jangan sampai Indonesia bisa jadi episentrum dunia penyebaran COVID-19. Kita bisa ditolak masuk di kancah internasional," tegasnya.
Walaupun saat ini belum ada aturan detail mengenai sanksi yang bakal diberikan kepada pelanggar protokol kesehatan, namun ini serius. Anthony menyatakan jika kampanye ini dilakukan bisa menjadi klaster Pilkada.
"Jangan sampai ini menjadi bom waktu ketika Pilkada ini dilaksanakan. Indonesia akan menang mengungguli Amerika Serikat yang merupakan tingkat COVID-19 tertinggi sekarang, jika tidak ada formulasi sosialisasi melalui media sosial, teknologi informasi dan lainnya," ujar CEO Menara Digital ini.
Jika Pilkada dilaksanakan tanpa menerapkan protokol kesehatan, kata Anthony, hampir dipastikan Indonesia akan menjadi epicentrum dunia. Jadi, Anthony menyarankan kampanye harus digital.
"Semua harus totally digital. Kampanye harus digital, sosialisasi harus digital hingga sampai pemilihan harus dipastikan bisa digital juga menggunakan sistem teknologi," ungkapnya.
Sekadar diketahui, Pilkada serentak 2020 akan diselenggarakan di 270 wilayah di Indonesia. Adapun pemilihan gubernur dan wakil gubernur berlangsung di sembilan provinsi yakni Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah.
(dna/dna)