Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan tekor atau defisit APBN yang sekarang ditetapkan 6,34% terhadap produk domestik bruto (PDB) lebih tinggi dari krisis 1998.
Dia menjelaskan, defisit anggaran pada krisis moneter 1998 berada di kisaran 4-5%. Tingginya defisit APBN dikarenakan semua negara yang terdampak Corona butuh dana untuk memenuhi belanja.
"Semua negara agresif secara fiskal. Indonesia defisit push 6,3%, belum pernah sedalam itu. Tahun 98 pun defisit paling 4-5%. Belum sedalam itu, kita introduce untuk agresif fiskal," kata Febrio dalam acara Kupas Tuntas Ekonomi dan APBN secara virtual, Jumat (25/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Defisit APBN yang sebesar 6,34% ini setara Rp 1.039,2 triliun. Tingginya defisit juga dikarenakan pendapatan tidak bisa memenuhi kebutuhan belanja negara. Pada saat COVID-19, setoran yang berasal dari pajak turun drastis karena banyak perusahaan yang kegiatannya terdampak.
Meski begitu, Febrio mengatakan pelebaran defisit APBN tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan hampir seluruh negara yang ekonominya terdampak COVID-19.
"Semua negara tergantung kemampuan meminjam. Karena uangnya nggak cukup penerimaan, tapi harus belanja banyak, jadi utang. Banyak negara agresif sekali dalam menghadapi krisis secara fiskal, belum lagi moneter. Ini harus dipahami bersama," ungkapnya.
(hek/ara)