Sejumlah perusahaan sudah ditetapkan menjadi tersangka korporasi oleh KPK. Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menjelaskan bahwa dalam hukum pidana kontemporer di samping orang, korporasi memang dapat menjadi pelaku tindak pidana korupsi.
Korporasi dapat menjadi pelaku tindak pidana korupsi meskipun korporasi tidak mungkin memiliki niat dan/atau perbuatan jahat.
"Dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi telah didefinisikan bahwa yang dimaksud dengan orang, selain orang perorangan, juga termasuk Korporasi," kata Hikmahanto, Sabtu (26/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hikmahanto lalu menjelaskan hukuman korporasi bila divonis bersalah adalah denda sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. Denda tersebut wajib dibayar oleh korporasi.
Ditambahkan Hikmahanto, yang perlu dipahami adalah pengenaan sanksi pidana berupa denda tidak berakibat pada keberlangsungan perusahaan.
Bahkan proses hukum yang dilalui oleh korporasi tidak berarti perusahaan kemudian mati dan tidak dapat melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.
"Perusahaan akan tetap dapat menjalankan aktivitasnya sesuai maksud dan tujuan didirikannya," ucap Hikmahanto.
Hikmahanto mencontohkan perusahaan ternama dari Inggris, Rolls Royce, beberapa tahun lalu terkena tuduhan dan mengakui melakukan tindak pidana korupsi. Namun ini tidak berakibat terhentinya aktivitas yang dilakukan oleh Rolls Royce.
Hikmahanto menuturkan perusahaan dapat membuat perikatan dengan berbagai pihak bahkan juga dapat mengakumulasi keuntungan dan juga menderita kerugian.
Perusahaan yang dituduh melakukan korupsi tidak serta merta harus mati. Perusahaan harus tetap berjalan mengingat ratusan bahkan ribuan tenaga kerja sangat bergantung pada perusahaan tersebut.
(ara/ara)