Nasib BUMN Percetakan: Didirikan Zaman Belanda, Kini Dilibas Swasta

Nasib BUMN Percetakan: Didirikan Zaman Belanda, Kini Dilibas Swasta

Trio Hamdani - detikFinance
Senin, 28 Sep 2020 16:15 WIB
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melaporkan temuan naskah Ujian Nasional (UN) berbasis kertas yang bocor di Google ke Bareskrim Polri. Bareskrim langsung menggeledah Perum Percetakan Negara yang menjadi salah satu perusahaan yang mencetak soal UN. Direktorat Tindak Pidana Cyber dan Umum Mabes Polri menggeledah kantor Perum Percetakan Negara RI (PNRI), Jalan Percetakan Negara, Jakarta Timur, Rabu (15/4/2015) malam.
Foto: Hasan Alhabshy
Jakarta -

Dirut Perum Percetakan Negara RI (Perum PNRI) Sigit Y Gunarto buka-bukaan nasib perusahaan yang kian memprihatinkan. BUMN percetakan yang sudah didirikan sejak zaman Belanda itu kerap kalah bersaingan dengan percetakan swasta dalam tender proyek.

Sigit menjelaskan perjalanan panjang PNRI yang didirikan pada tahun 1809. Waktu itu perusahaan menjadi penyedia percetakan pertama di Indonesia. Dari 1809 hingga 1942, namanya masih Lands Drukkerij dan fungsinya adalah sebagai alat penyebar berita tertulis dari pemerintah.

"Tahun 1942 diambilalih oleh Jepang bernama Gunseikanbu Inatsu Koja (GIK)," kata dia saat menjelaskan sejarah PNRI dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (28/9/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akhirnya pada tahun 1945 pasca kemerdekaan Indonesia, namanya diubah menjadi Percetakan Republik Indonesia.

"Jadi waktu itu ada beberapa percetakan yang masih ada karena zaman itu memang teknologi percetakan sangat langka, jadi tidak banyak perusahaan percetakan. Perum PNRI hadir memang diciptakan oleh pemerintah waktu itu sebagai alat pemerintah," sebutnya.

ADVERTISEMENT

Sejak saat itu pergantian nama terus berlanjut hingga akhirnya menjadi Perum Percetakan Negara Republik Indonesia alias PNRI.

"Sesuai dengan namanya Perum kami belum PT. Mungkin akan Perum seterusnya karena memang fungsinya adalah penugasan. Di awal-awal berdirinya, penugasan itu terkait dengan pencetakan dokumen-dokumen negara. Jadi hampir semua dokumen negara itu dicetak oleh PNRI," jelasnya.

Dia menjelaskan dunia percetakan sudah berkembang sedemikian rupa, dan teknologinya semakin canggih sehingga percetakan tidak lagi dikuasai lagi oleh perusahaan negara. Perusahaan swasta pun mulai ikut andil.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Di tengah pandemi ini, kata dia, banyak perusahaan percetakan berebut orderan. PNRI pun ikut di dalamnya lewat tender, bersaing dengan perusahaan swasta. Dalam hal ini, PNRI kerap kali kalah bersaing.

"Saya sampaikan juga bahwa PNRI pun ikutan juga. Bahkan kita mengikuti tender dengan profit 1% saja itu kalah. Kita coba kita evaluasi di internal, coba kalau kita pakai 0% (profit), itu pun kalah juga," sebutnya.

Dirinya juga buka-bukaan tidak dilibatkan dalam pencetakan surat suara untuk pemilihan umum. Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2012 tentang Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Negara Republik Indonesia, seharusnya PNRI yang melakukan pencetakan surat suara. Nyatanya mereka harus ikut tender dan terkadang kalah.

"Sebenarnya sudah ada PP, tapi faktanya PP ini kan tidak diberlakukan oleh lembaga yang berwenang. Sebenarnya fungsi Perum kan seperti itu, Perum itu kan penugasan. Jadi kalau Perum itu mengikuti tender artinya itu sudah menurut kami, menurut saya terutama itu sudah tidak sesuai khittahnya," paparnya.

Atas dasar itu, jika PNRI sebagai Perum sudah tidak ada penugasan lagi dari pemerintah sebaiknya dibubarkan atau diubah menjadi PT.

"Jika penugasan negara itu sudah tidak dianggap, tidak diperlukan lagi atau sudah untuk umum ya seharusnya Perum itu selesai, Perum itu bubar, bisa jadi begitu sebenarnya. Atau kalau memang Perum itu dinyatakan sudah tidak mempunyai penugasan khusus ya diubah menjadi PT," tambahnya.


Hide Ads