Pemerintah Siapkan Rp 37 T untuk Vaksin Corona Sampai 2022

Pemerintah Siapkan Rp 37 T untuk Vaksin Corona Sampai 2022

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 28 Sep 2020 18:15 WIB
Vaksin virus Corona dari Sinovac dikabarkan siap edar ke seluruh dunia awal 2021. Seperti apa proses pembuatan vaksin yang kini sedang jalani uji klinis itu?
Foto: Getty Images/Kevin Frayer
Jakarta -

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan perkembangan dan persiapan pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Dia bilang saat ini sedang disiapkan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) soal Pengadaan dan Distribusi Vaksin COVID-19, Roadmap Pelaksanaan Vaksinasi, serta pembuatan Dashboard Tracing Vaccine Program.

Airlangga mengatakan total kebutuhan untuk vaksin sampai 2022 mencapai Rp 37 triliun. Sedangkan estimasi uang muka untuk tahun ini mencapai Rp 3,8 triliun.

"Dashboard tersebut untuk melacak siapa yang mendapatkan vaksin dan bagaimana efektivitas pelaksanaan vaksinasi di lapangan. Perhitungan total kebutuhan anggaran untuk vaksin sebesar Rp 37 triliun untuk periode 2020-2022, dengan estimasi uang muka Rp 3,8 trliun pada 2020 ini. Sementara, dalam RAPBN 2021 telah dialokasikan sebesar Rp 18 triliun untuk program vaksinasi," ujar Airlangga dalam keterangan resmi yang dikutip detikcom, Senin (28/9/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Airlangga yang juga Ketua Komite PC-PEN mengungkap bahwa ada beberapa negara yang sudah berkoordinasi dan mengirimkan confidentiality agreement kepada Kementerian Kesehatan untuk pengadaan vaksin, diwakili oleh perusahaan tertentu seperti Pfizer dan Johnson & Johnson.

"Untuk roadmap vaksinasi, pemberiannya akan diprioritaskan untuk (mereka yang bekerja di) garda terdepan, misalkan memberi pelayanan kesehatan, selanjutnya juga untuk penerima bantuan BPJS Kesehatan, kemudian dipersiapkan juga vaksin mandiri," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Pemerintah juga menjamin ketersediaan obat COVID-19 di dalam negeri, seperti Oseltamivir, Klorokuin, Azythromicin, dan Favipiravir. "Kalau untuk standar harga tes PCR, pemerintah sedang mengkaji laporan BPKP; ada harga yang direkomendasikan untuk individual dan kelompok," imbuhnya.

Per 25 September 2020, tingkat keterisian tempat tidur (TT) atau bed occupancy ratio (BOR) ICU dan isolasi disebut sebesar 46,29%. Angka tersebut didapat dari jumlah kapasitas keterisian TT sebesar 21.619 dari jumlah total TT sebanyak 46.705.

Ada 4 provinsi yang dinilai menjadi perhatian khusus karena BOR yang masih tinggi, yaitu: Riau (73%), Banten (68%), Bali (62%), and DKI Jakarta (61%). Selain Bali dan DKI Jakarta, BOR ketujuh provinsi prioritas lainnya, yakni: Jawa Timur (42%), Jawa Barat (55%), Jawa Tengah (40%), Sumatera Utara (45%), Sulawesi Selatan (29%), Kalimantan Selatan (33%), dan Papua (38%).

Lanjut halaman berikutnya>>>

Airlangga menyebut ada beberapa hal yang sudah dan akan dilakukan pemerintah dalam mengurangi angka kematian akibat COVID-19, seperti sebagai berikut:

1. Peningkatan/pengembangan kapasitas rumah sakit (RS);
2. Penyiapan fasilitas isolasi mandiri di Wisma Atlet Kemayoran dan Hotel untuk orang tanpa gejala (OTG);
3. Pemisahan kelompok komorbid, jika tertular, segera intervensi medis;
4. Perlindungan terhadap kelompok rentan, dengan penyusunan kebijakan lebih ketat, misalnya work from home (WFH);
5. Pasien COVID-19 harus segera mendapatkan pertolongan medis, tidak menunggu kondisi gejala berat dan kritis;
6. Isolasi bagi OTG dapat dilaksanakan terpusat (misalkan di hotel);
7. Standarisasi perawatan pada RS rujukan COVID-19;
8. Audit protokol kesehatan pada rumah sakit;
9. Perlindungan terhadap tenaga kesehatan;
10. Test PCR gratis bagi tenaga kesehatan.

Terkait pertumbuhan ekonomi, Airlangga menyatakan akan selalu mendorong pertumbuhan berada pada jalur tren positif. Untuk Program PC-PEN, realisasi anggarannya telah mencapai Rp 268,3 triliun atau 38,6%, dari pagu Rp 695,2 triliun.

"Untuk penyerapan sudah naik 29,5% sejak akhir semester I kemarin. Namun, ada beberapa hal yang perlu didorong dari sektor korporasi karena serapan masih rendah, baik melalui Himbara maupun Perbanas. Jadi, ini masih akan direvisi karena serapan tidak seperti yang diharapkan," tuturnya.


Hide Ads