Setelah babak belur di 2020, ekonomi Indonesia diyakini akan melambung di 2021. Pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi di 2021 mencapai 5%.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan mengapa pemerintah begitu yakin dengan proyeksi tersebut. Salah satu alasannya karena melihat kondisi ekonomi tahun ini yang terkontraksi.
"Perbaikan dari kalau melihat kemarin kita berharap kondisi di kuartal II-2020 merupakan kondisi yang cukup dalam negatifnya. Kita berharap secara gradual akan terjadi perbaikan konsumsi, perbaikan investasi dan terus dengan support dari konsumsi dan kegiatan-kegiatan pemerintah itu kita harap akan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi 5%," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (30/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suahasil melanjutkan, secara teknikal jika pertumbuhan ekonomi negatif tahun ini maka tahun depannya akan ada peningkatan atau dia sebut sebagai technical rebound.
"Kalau pertumbuhannya negatif berarti itu secara technical maka tahun depannya itu memang akan ada sedikit angkanya meningkat karena tahun ini basisnya lebih rendah ini disebut technical rebound. Jadi kalau satu tahun itu sempat turun maka tahun depannya itu bisa kelihatan naik, sehingga terjadi pertumbuhan yang positif. Technical rebound ini juga akan terjadi," terangnya.
Pertumbuhan ekonomi di 2021 menurutnya akan terjadi kombinasi antara technical rebound dengan perbaikan kondisi ekonomi secara gradual. Sebab dia yakin konsumsi hingga investasi yang menjadi motor roda ekonomi akan membaik.
Sementara Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sekaligus Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin menambahkan, dirinya yakin sederet insentif yang disiapkan dalam program PEN akan memberikan dampak terhadap perekonomian.
"Pertama memang secara teori ada hitungannya. Tapi katanya setiap rupiah yang pemerintah salurkan itu akan berdampak. Jumlah tersebut dikalikan fiscal multiplier, kasarnya seperti itu. Di mana fiscal multiplier itu merupakan satu rumus di mana sama dengan satu dibagi satu dikurangi marginal propensity to consume. Itu kembali lagi teman-teman di makroekonomi yang ahli," terangnya.
"Saya dengar marginal propensity to consume kita 0,52% sehingga fiscal multiplier 2,1. Jadi kalau kita menyalurkan selama kuartal III ini bisa Rp 137,89 triliun ya kira-kira ke dampak ke GDP 2,1. Atau sekitar Rp 270-an triliun. Tapi balik lagi ini hitung-hitungan kasar dan balik lagi saya bukan ahli ekonomi. Saya belajar ekonomi sambil kerja di perbankan. Pemerintah ada ancer sendiri. Tapi buat kami kalau bisa kasih Rp 100 triliun kira-kira dampaknya dua kalinya," tambah Budi.
Lalu apa strategi pemerintah untuk mengejar target itu? Berlanjut di halaman berikutnya.