Pengamat ketenagakerjaan, Timboel Siregar menilai penetapan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2021 perlu diwaspadai oleh para kalangan buruh. Sebab, hingga saat ini pemerintah belum menetapkan kebutuhan hidup layak (KHL) yang baru.
Berdasarkan peraturan pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan diamanatkan untuk mengevaluasi serta menyesuaikan kembali KHL sebagai dasar penetapan UMP.
Beleid yang mulai berlaku pada tahun 2016 ini pun memiliki formulasi penetapan UMP hanya berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional setiap tahunnya. Setelah lima tahun berjalan, maka pemerintah wajib mengevaluasi kembali KHL.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi gini, dalam PP 78 disebutkan ketika sudah 5 tahun maka kenaikan UMP berdasarkan KHL baru jumlahnya dan itemnya, kalau sekarang kan 60, sekarang pemerintah harus menetapkan dulu KHL yang baru," kata Timboel saat dihubungi detikcom, Jakarta, Rabu (7/10/2020).
Baca juga: Begini Cara Pemerintah Hitung UMP 2021 |
Belum ditetapkannya KHL yang baru, Timboel mengkhawatirkan pemerintah justru mendahulukan proses aturan turunan untuk melaksanakan UU Cipta Kerja. Dalam beleid sapu jagad ini, formulasi penetapan UMP hanya berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi nasional.
"Sekarang masalahnya KHL belum ada, kedua kemungkinan PP-nya Cipta Kerja dikebut sehingga menjadi dasar ketentuan di 2021. Artinya kewajiban membuat KHL baru di 2021 nggak ada, ini persoalan seperti tricky-tricky gitu loh," jelasnya.
Menurut dia, penetapan KHL baru sebagai basis perhitungan UMP bisa berdampak pada gaji para pekerja yang akan diterima pada tahun 2021. Dia memastikan, KHL yang baru juga akan membuat UMP lebih besar di tahun 2021.
Dengan begitu, dirinya meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan segera menerbitkan KHL yang baru sebagai basis penetapan UMP di tahun 2021.