Ekonomi China Mulai Pulih, tapi Tak Seindah Kelihatannya

Ekonomi China Mulai Pulih, tapi Tak Seindah Kelihatannya

Vadhia Lidyana - detikFinance
Jumat, 09 Okt 2020 14:18 WIB
Ilustrasi bendera China/ebcitizen.com
Foto: Internet/ebcitizen.com
Jakarta -

Pemulihan ekonomi China tak 'seindah' kelihatannya. Meski sejumlah pihak memandang China cepat bangkit dari dampak pandemi virus Corona (COVID-19), namun pemulihan itu berjalan perlahan, belum meningkat drastis.

CEO China Beige Look (perusahaan riset China yang berbasis di Amerika Serikat) Leland Miller mengatakan, pemulihan ekonomi di China belum menyebar rata ke seluruh negeri. Sehingga, ekonominya belum ada peningkatan jika dibandingkan tahun lalu.

"Pemulihan itu sendiri sebenarnya memiliki dua cabang. Jika Anda melihat kota-kota besar, dan daerah pesisir memang sudah terjadi pemulihan ekonomi yang jauh lebih baik daripada negara bagian lainnya," kata Miller dilansir dari CNBC, Jumat (9/10/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi, sebenarnya ada dua pemulihan yang sedang berlangsung. Beijing ingin mempublikasikan pemulihan yang dilakukan di Beijing, Shanghai, dan Guangdong. Tetapi wilayah-wilayah itu hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan China," lanjut dia.

Selain daerah itu, menurutnya wilayah lain memang melakukan pemulihan ekonomi, namun hasilnya masih landai.

ADVERTISEMENT

China Beige Book melakukan survei kuartalan terhadap lebih dari 3.300 bisnis di China, yang dilaksanakan selama periode 13 Agustus-12 September 2020. Survei itu menemukan bahwa pertumbuhan yang lebih signifikan terjadi di kawasan pesisir.

Analisis tersebut juga menemukan bahwa pendapatan dan laba di setiap daerah turun dua digit pada kuartal ketiga dibandingkan tahun lalu. Hal ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar provinsi di daerah yang seluruhnya daratan mengalami penurunan output dan pesanan domestik dibandingkan kuartal sebelumnya.

Lebih lanjut, survei itu juga mencatat dunia usaha belum mengajukan kredit dalam jumlah besar. Menurut Miller, kondisi ini masih mengkhawatirkan.

"Jika Anda juga melihat apa yang terjadi di pasar kredit, banyak dari perusahaan ini, khususnya jasa, tetapi juga ritel, dan lainnya, tidak meminjam sebanyak yang Anda kira," tuturnya.

Bahkan, perusahaan kelas kecil dan menengah mengajukan kredit dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan kuartal II-2020.

"Bukan itu yang seharusnya terjadi. Ketika China sudah keluar dari jeratan virus Corona, seharusnya kita melihat lebih banyak pinjaman. Jika tidak, maka harus dipertanyakan pada perusahaan, apa yang membuat mereka ragu mengajukan kredit seperti biasanya," urai Miller.

China adalah negara pertama yang terkena pandemi virus corona. Setelah menutup sebagian besar ekonominya untuk mencegah penyebaran wabah, negara tersebut melaporkan kontraksi 6,8% pada kuartal pertama.

Namun, ketika wabah mulai terkendali, bisnis dibuka kembali China melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh 3,2% pada kuartal kedua.

Meski pemulihan masih berjalan lambat, tetapi optimisme itu ada. Apalagi, masyarakat China mulai bepergian merayakan hari libur nasional yakni Golden Week.

Namun, perayaan hari nasional dalam seminggu terakhir, yang dijuluki Minggu Emas, telah menimbulkan "ruang untuk optimisme yang berhati-hati," menurut Benjamin Cavender, direktur pelaksana di China Market Research Group.

"Jika Anda melihat jumlah perjalanan, tercatat 600 juta perjalanan yang dilakukan di Golden Week ini. Meski masih rendah sekitar 800 juta perjalanan dibandingkan tahun lalu, tetapi setidaknya sektor transportasi mulai bangkit. Peritel, operator perjalanan wisata benar-benar menganggap ini sebagai kemenangan sekarang," kata Managing Director China Market Research Group Benjamin Cavender.

Berdasarkan data Kementerian Budaya dan Pariwisata China, pendapatan sektor pariwisata mencapai Β₯ 466,56 miliar atau sekitar Rp 1.021 triliun (kurs Rp 2.188) selama periode libur nasional ini, dengan total wisatawan domestik sebanyak 637 juta.

(dna/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads