Dari 43 maskapai yang bangkrut, 20 di antaranya adalah maskapai yang hanya mengoperasikan rata-rata 10 pesawat. Sementara, sisanya adalah perusahaan penerbangan besar.
"Meskipun kami telah melihat lebih sedikit kegagalan maskapai tahun ini, jumlah maskapai penerbangan besar yang gagal lebih banyak daripada yang telah kita lihat dalam enam tahun terakhir. Jadi jelas bahwa pandemi berdampak pada maskapai besar dan menyebabkan mereka bangkrut, "kata Morris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data Cirium, secara global, ada sekitar 485 pesawat tak terbang atau nganggur. Sementara, di 2019 hanya 431, dan 2018 406 pesawat.
International Air Transport Association (IATA) memprediksi industri penerbangan akan menelan kerugian hingga US$ 77 miliar atau sekitar Rp 1.128 triliun (kurs Rp 14.661) selama kuartal II-2020. Data resmi akan rilis di akhir pekan ini. Selain itu, IATA memprediksi kerugian akan terus tercetak sebesar US$ 6 miliar atau sekitar Rp 87,9 triliun per bulannya di 2021, jika pemulihan dari Corona masih berjalan lambat.
(hns/hns)