Duka Penonton Bayaran Kala Pandemi: Diusir dari Kontrakan Tanpa Bantuan

Duka Penonton Bayaran Kala Pandemi: Diusir dari Kontrakan Tanpa Bantuan

Anisa indraini - detikFinance
Senin, 12 Okt 2020 05:35 WIB
Dimas Penonton Bayaran/Anisa Indraini-detikcom
Foto: Dimas Penonton Bayaran/Anisa Indraini-detikcom
Jakarta -

Penonton bayaran kehilangan pekerjaan selama pandemi virus Corona (COVID-19). Pasalnya, selama pandemi seperti sekarang stasiun televisi (TV) memutuskan untuk tidak memakai jasa mereka.

Penonton bayaran bernama Dimas Satrio (28), tidak bisa bayar kontrakan sejak Maret. Untungnya pemilik kontrakan berbaik hati karena sudah kenal secara personal, sehingga diperbolehkan tetap tinggal sambil bayar dicicil.

"Bayar kontrakan belum bisa sama sekali dari bulan Maret. Ditagih sama pemiliknya begitu doang 'sudah ada belum sih', 'yah belum ada' terus katanya 'yaudah ntar aja' gitu. Nggak nagih, cuma nanya doang sudah ada belum. Kadang bayar kalau lagi ada duit Rp 100 ribu yaudah bayar segitu, kalau ada Rp 200 ribu bayar, kalau ada Rp 300 ribu bayar," tuturnya saat berbincang dengan detikcom, Kamis (8/10/2020) lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dimas lebih beruntung dari temannya yang tidak sedikit harus diusir dari kontrakan karena tidak bisa bayar. Nasib teman seprofesinya ada yang harus balik ke kampung, hingga ada yang diangkut Dinas Sosial karena berkeliaran di jalan tidak punya tempat tinggal.

"(Teman yang lain) ada yang pulang kampung. Ada yang sampai diangkut Dinas Sosial jadi gembel di Mampang, jadi dia berkeliaran tidur di trotoar gitu akhirnya diangkut. Sekarang sudah keluar, sampai satu bulanan akhirnya ada yang ngambil dari stasiun TV kalau nggak salah, pokoknya sekarang sudah keluar, sudah mulai benar kayak dagang-dagang gitu," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Sebagai koordinator penonton bayaran, Niatul Husna membenarkan hal tersebut. Kemudian ada juga yang menjadi buruh cuci, ojek online, hingga berjualan dengan buka lapak dan secara online.

"Ada yang masuk Dinas Sosial karena orangnya agak-agak juga, terus ketangkap di jalan masuk Dinas Sosial. Terus jadi kuli cuci, ojek online, dagang, banyak lah tapi lebih banyak yang jualan online, diusir nggak bisa bayar kontrakan, banyak yang kayak gitu makanya pada pulang ke rumah orang tua masing-masing," tuturnya.

Banyak penonton bayaran yang banting setir jualan seperti rempeyek. Klik halaman selanjutnya.

1. Jualan Rempeyek hingga Jual Motor

Dimas sebagai anak sebatang kara di Jakarta harus putar otak mencari pekerjaan lain agar tetap bisa bertahan hidup. Sejak tidak menjadi penonton bayaran, dirinya hanya di rumah sambil berjualan makanan secara online yang dibuatnya sendiri. Dia juga meletakkan dagangannya di warung-warung tetangga untuk dijualkan.

"(Sekarang) di rumah saja, jualan makanan kayak ceker mercon, rempeyek, gitu-gitu lah bikin sendiri, emang suka masak. Kalau rempeyek nunggu ada pesanan, tapi nyetok juga kayak di warung-warung aku naro. Nggak setiap hari sih kayak satu minggu sekali, sepuluh hari sekali, baru naro gitu di warung tetangga," jelasnya.

Meski begitu, hasilnya dinilai jauh berbeda dengan pendapatannya saat menjadi penonton bayaran. Jika dari penonton bayaran bisa mendapat Rp 150.000 per hari, dari jualan dirinya hanya dapat Rp 30.000 sampai Rp 40.000 per hari.

"Dulu pas jadi penonton bayaran 1 program Rp 50.000, satu hari bisa Rp 150.000. Sekarang penghasilan dari jualan cuma buat muter saja setiap hari, buat makan kayak gitu-gitu saja," ucapnya.

Penonton bayaran lainnya, Yulia Putri (35) sudah menjual barang-barang berharganya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Terbaru, dia menjual motor untuk bayar kontrakan hingga memenuhi kebutuhan 2 anaknya.

"Kalau untuk makan saya banyak teman, teman banyak yang bantu. Cuma kalau kontrakan itu yang paling berat sih. Sekarang masih bisa cuma agak telat bayarnya, bayarnya juga nggak full karena ibu kost-nya nggak mau ngerti. Saya bilang 'yaudah saya bayar tapi nggak bisa full nanti kalau sudah kerja saya ganti kekurangannya'. Sudah banyak juga barang yang dijual, aku terakhir kemarin jual motor karena buat kontrakan, buat anak juga, yang ada itu dulu," imbuhnya.

Kini dirinya hanya mengandalkan gaji dari suami yang bekerja serabutan. Yulia sebenarnya sempat berjualan rempeyek seperti Dimas, namun terpaksa harus berhenti di tengah jalan karena sepi tidak ada yang membeli.

2. Tidak Dapat Bantuan

Yulia mengaku tidak tersentuh bantuan satupun dari pemerintah. Mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH), program kartu sembako, Bantuan Subsidi Upah (BSU), hingga Kartu Prakerja.

"Nggak dapat bantuan apapun," kata Yuli.

Dia menyebut sudah mencoba daftar Kartu Prakerja, dengan harapan agar mendapat bantuan karena memang ditujukan untuk masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Namun nyatanya, dirinya gagal terus sampai gelombang 10 berakhir.

"Kartu Prakerja sudah nyoba gagal mulu dari gelombang pertama, nggak tahu kenapa," ucapnya.

Penonton bayaran lainnya, Dimas lebih beruntung karena dapat bantuan sosial (bansos) berupa sembako dari RT setempat setiap bulan. Bantuan tersebut dinilai sangat membantu untuk stok makannya selama satu bulan yang hidup seorang diri.

"Untungnya kebantu sama beras bansos dari RT setiap bulan. Bansos doang dapatnya," tuturnya.

Dimas pun mengaku sudah coba daftar Kartu Prakerja dari gelombang 1-10 namun juga tak kunjung lolos sebagai peserta.

"(Kartu Prakerja) nggak diterima-terima, sudah nyoba dari gelombang 1 sampai 10 nyoba terus nggak keterima-terima aku juga bingung. Sudah sempat nyoba ngehubungin (Kartu Prakerja), cuma harus kemana lagi, dioper lagi kemana gitu, nggak ngerti deh," jelasnya.



Simak Video "Video: Bahlil Bakal Buat Regulasi soal Pengeboran Sumur Minyak Rakyat"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads