Petani tembakau tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menolak rencana kenaikan cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) 2021. Mereka menilai, kenaikan ini akan memberatkan para petani.
Apalagi, petani sudah menerima dampak kenaikan tarif cukai pada tahun ini.
"Kami sangat tidak setuju, kalau naik 19% itu sudah dua kali memberatkan karena tahun ini sudah naik 23%, salah satu faktor penghancur dan melemahnya penyerapan industri adalah dampak kenaikan cukai," ujar Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji, Rabu (21/10/2020)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, kondisi ekonomi para petani sudah terdampak akibat harga jual tembakau yang rendah. Menurutnya, jika tarif naik lagi maka petani akan kembali terdampak.
"Hasil kami merugi, jangankan untuk melanjutkan pertanian lagi, untuk hidup saja susah. Seharusnya ini jadi kajian pemerintah, rakyatnya sudah menderita kok malah dinaikkan lagi?" ujarnya.
Terlebih, di masa pandemi COVID-19, petani tembakau juga perlu bertahan hidup. Lebih lanjut, Agus mengatakan kenaikan cukai rokok sebenarnya sah-sah saja, asalkan pemerintah mempertimbangkan petani dan buruh tani tembakau.
"Ya kalau misal naik maksimal 5 persen mungkin itu angka wajar. Pemerintah masih untung, petani tidak bingung," ungkapnya.
Tak hanya itu, dia juga meminta agar pemerintah juga melindungi sektor sigaret kretek tangan (SKT) yang juga terdampak kenaikan cukai.
"Teman-teman pelinting atau buruh SKT itu terdampak kenaikan cukai, padahal negara dibuatkan lapangan kerja oleh SKT. Buruh SKT dan buruh tani tembakau harus dipertimbangkan, jangan dilibas dengan kenaikan cukai," ujarnya.