Permintaan akan emas dan perhiasan diprediksi kuat menurun tajam pada tahun 2021. Bahkan, penurunannya diprediksi lebih tajam dibandingkan sebelum virus Corona (COVID-19) merebak. Sayangnya, harga emas juga diproyeksi masih tinggi.
Dilansir dari Reuters, Jumat (23/10/2020), Refinitiv Metal Research memprediksi para investor akan menimbun emas untuk menjaga harga tetap tinggi.
Per Agustus 2020, harga emas mendekati rekor tertinggi yakni US$ 2.072,5 per troy ounce (toz) karena sejumlah investor di Eropa dan Amerika Utara menimbun aset emasnya untuk mempertahankan harga emas tetap tinggi, meski pandemi usai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, harga emas tinggi dan juga dampak lockdown telah meruntuhkan penjualan perhiasan emas di Asia. Pasar perhiasan di Asia ini punya peran besar dalam menyerap emas batangan.
Refinitiv mencatat, permintaan perhiasan akan turun 31% atau 1.327 ton di tahun 2020 ini, dan hanya 1.447 ton di 2021. Sementara, permintaan emas dari bank sentral juga akan turun menjadi 312 ton tahun ini, dan hanya 385 ton di tahun depan.
Direktur Refinitiv Cameron Alexander mengatakan, investor akan terus berupaya menutupi penurunan permintaan dari publik menggunakan dana yang diperdagangkan di bursa Exchange Traded Fund (ETF). Di tahun ini, tercatat investor sudah menimbun 1.205 ton emas, atau tiga kali lipat dari jumlah pada tahun 2019, dan diprediksi meningkat menjadi 1.362 ton pada tahun 2021.
Selain itu, pembelian emas eceran dan koin akan turun hingga 6% di tahun 2020 menjadi hanya 917 ton. Namun, di 2021 akan naik 13% menjadi 1.039 ton.
Harga emas rata-rata akan berada di level US$ 1.890 per toz tahun depan. Namun, kemungkinan harga berubah masih sangat tinggi.
Baca juga: Harga Emas Mulai Stagnan |