Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementan Erizal Jamal menyebut Omnibus Law UU Cipta Kerja klaster pertanian dibuat dengan tujuan mensejahterakan petani. Menurutnya, klaster pertanian UU Ciptaker mendukung pembukaan investasi dan kemudahan izin usaha.
Erizal memaparkan subtansi UU Ciptaker adalah mempermudah aturan lama menjadi aturan baru yang bisa diakses oleh semua pihak, termasuk para petani yang ingin memulai usaha kecil dan menengah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi regulasi yang tadinya tumpang tindih sudah disederhanakan. Perijinan yang rumit juga sudah dipermudahkan. Kenapa? karena kewenangan di daerah baik kota maupun kabupaten sudah masuk satu sistem di pemerintah pusat," papar Erizal dalam keterangan tertulis, Jumat (23/10/2020).
UU Cipta Kerja, lanjut Erizal, juga mengatur konsekuensi kebijakan impor yang harus berorientasikan pada kepentingan petani. Hal itu disebutnya sebagai bukti keberpihakan pemerintah pada petani lokal.
"Ketentuan impor di pasal 14 harus memperhatikan kepentingan petani. Kan sejauh ini seolah-olah kita dianggap berpihak pada impor," sambungnya.
Ia menilai UU Ciptaker sejalan dengan visi Presiden Jokowi membuka akses lapangan kerja seluas-luasnya bagi masyarakat Indonesia.
"Kalau kita lihat 5 visi Presiden Jokowi, di antaranya adalah Indonesia akan membuka diri untuk investasi dalam upaya membuka lapangan kerja secara luas," sebut Erizal.
Omnibus Law UU Cipta Kerja klaster pertanian sempat menimbulkan polemik di kalangan pengamat karena dianggap berpotensi memperluas impor pangan. Erizal menampik hal itu, karena menurutnya prioritas utama dalam memenuhi kebutuhan pangan adalah produksi dalam negeri yang sejalan dengan rumusan UU Pangan Pasal 3.
Ia menguraikan dalam pasal tersebut disebutkan pemenuhan kebutuhan pangan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan. Dengan basis itu maka pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri tetap mengutamakan produksi dalam negeri.
(ega/hns)