RI-UEA Mesra, Sederet Investasi Guyur Tanah Air

RI-UEA Mesra, Sederet Investasi Guyur Tanah Air

Vadhia Lidyana - detikFinance
Senin, 26 Okt 2020 10:25 WIB
Nama Jalan Presiden Joko Widodo di Abu Dhabi
Foto: KBRI UEA
Jakarta -

Hubungan Indonesia dengan Uni Emirat Arab (UEA) kian mesra. Belakangan ini saja, UEA meresmikan sebuah jalan yang diberikan nama President Joko Widodo Street yang berlokasi di Abu Dhabi. Kemesraan Indonesia dengan UEA itu bahkan disebut membuat Malaysia iri.

Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk UEA Husin Bagis mengungkapkan, hubungan itu juga dibuktikan dengan sederet investasi yang tengah dijalankan kedua negara. Pada Januari 2020 lalu pun, Presiden Jokowi yang menyambangi UEA dan bertemu Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed Bin Zayed Al Nahyan menyepakati investasi dengan nilai US$ 22,89 miliar atau setara Rp 314,9 triliun.

"Investasi alhamdulillah saat ini UEA, walaupun masih kecil dari segi total, karena investasi itu kan perlu proses. Jadi kalau kita melihat data yang ada, total investasi UEA di BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) itu sekitar US$ 256 juta, kecil. Nah tapi yang sedang berlanjut dan berproses banyak," ungkap Husin dalam Blak-blakan detikcom, Senin (26/10/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun investasinya antara lain proyek kilang Cilacap antara PT Pertamina (Persero) dengan Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC), lalu proyek kilang Pertamina dengan Mubadala Investment Company, pembangunan pelabuhan di Gresik antara PT Maspion dengan Dubai Ports (DP) World, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung di Cirata, Jawa Barat (Jabar), pembangunan LuLu Hypermarket, dan sebagainya.

Belum lagi kerja sama di lembaga keuangan untuk yakni untuk pendanaan abadi (Sovereign Wealt Fund/SWF) dengan Abu Dhabi Investment Authority (ADIA), lalu kerja sama pembangunan pabrik petrokimia antara Mubadala dengan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.

ADVERTISEMENT

Menurut Husin, semua ini baru terjadi di masa pemerintahan Presiden Jokowi. Ia menegaskan, kedekatan dua negara ini harus dilihat sebagai kesempatan emas.

"Pak Jokowi yang paling dekat sekarang ini dengan Abu Dhabi. Oleh karena itu, teman-teman di Republik Indonesia harus menyadari kedekatan ini. Sayang kalau tidak dioptimalkan. Nggak mudah ini. Kita juga kerja keras di KBRI bagaimana mendekatkan pemimpin, masyarakat kedua negara," jelas dia.

Selain itu juga, kerja sama ini harus diiringi dengan upaya perbaikan regulasi dalam kemudahan berinvestasi di Indonesia. Menurutnya, UEA pernah menyampaikan kesulitannya menanamkan modal di Indonesia karena regulasi yang berbelit.

Namun, menurutnya hal itu sudah bisa diselesaikan dengan disahkannya Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020 lalu.

"Abu Dhabi ini berpengalaman membuat hal seperti itu (SWF) di India, Bangladesh, Mesir, dan sebagainya. Nah coba dia tawarkan juga sama Indonesia buat SWF. Tapi dengan banyaknya ketentuan yang berliku-liku di Indonesia, makanya ide pembentukan Omnibus Law itu salah satu solusi," tutur dia.

Di sisi lain, harapannya pemerintah bisa memperbaiki defisit perdagangan Indonesia terhadap UEA dengan kemudahan regulasi yang baru dibuat itu. Caranya dengan meningkatkan daya saing, dan pada akhirnya meningkatkan nilai ekspor.

"Bagaimana dia buat strategi atau terobosan, bagaimana dia mempunyai terobosan supaya barang-barang yang dijual punya daya saing. Tentunya ada kaitannya juga dengan perbankan, transportasi, banyak hal lah. Tapi itu intinya dalam negeri," pungkas Husin.

(fdl/fdl)

Hide Ads