Presiden Joko Widodo (Jokowi) berulang kali mendapatkan hadiah istimewa dari Uni Emirat Arab (UEA). Mulai dari pembangunan Masjid Agung Solo, sampai pembuatan jalan menggunakan nama orang nomor satu tersebut di Indonesia.
Kedekatan Jokowi dengan Pangeran Mahkota UEA Mohammed bin Zayed Al Nahyan turut disorot. Kedekatan ini pun menimbulkan banyak pertanyaan. Dari mana berawalnya, dan bagaimana dampaknya terhadap Indonesia. Menurut Duta Besar RI untuk UEA Husin Bagis, mesranya hubungan RI-UEA, terutama sejumlah hadiah itu sebagai bentuk apresiasi pada Jokowi yang dinilai sosok yang bijaksana dan jujur.
"Abu Dhabi ingin memberikan penghargaan atau apresiasi terhadap apa yang telah dilakukan Pak Jokowi terhadap negara ini dalam rangka meningkatkan hubungan kedua negara. Dan hubungan kedua negara itu bisa berbentuk trade, investment, tourism, politik, dan sebagainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abu Dhabi melihat Pak Jokowi banyak berperan dalam meningkatkan hubungan dua negara. Sehingga apa yang kita lihat sampai namanya ada jalan di Abu Dhabi, ini sebuah keistimewaan," kata Husin dalam Blak-blakan detikcom, Senin (27/10/2020).
Husin juga menepis kabar pemberian jalan Presiden Jokowi berdasarkan hasil kesepakatan untuk memberi lahan konsesi pada UEA di Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai calon Ibu Kota baru.
"Kita sebagai orang Islam harus mengatakan astagfirullahhaladzim, kita memohon ampunan pada Allah SWT. Itu adalah berita yang sangat tidak berdasar dan sangat menyesatkan," tegas Husin.
Selain itu, Husin juga membeberkan soal perkembangan kerja sama Indonesia dengan UEA di sektor minyak dan gas (migas), tenaga surya, ritel, dan sebagainya. Berikut hasil wawancara Tim Blak-blakan detikcom dengan Husin Bagis di halaman selanjutnya>>>
Banyak yang menilai perlakuan Uni Emirat Arab (UEA) terhadap Indonesia sangat istimewa. Mulai dari pembuatan Jalan Presiden Joko Widodo di Abu Dhabi, pembangunan masjid di Solo, dan sebagainya. Apakah hanya karena faktor figur Bapak Presiden Jokowi, atau ada faktor lain?
Jadi alhamdulillah semuanya pakai proses. Artinya proses itu kan tidak 1-2 hari. Ada proses lama yang membentuk kedekatan, sehingga sangat dekat dan sangat mesra sekarang ini. Jadi ada proses, dan yang saya lihat sampai sudah besar, Pak Jokowi itu dipandang Abu Dhabi pemimpin yang humble,dari sisi pribadinya, lalu yang jujur, amanah, dan apa adanya. Dan beliau pemimpin negara yang besar, negara muslim yang besar di dunia. Jadi itu yang pertama.
Kedua, melihat fakta-fakta perkembangan selama beliau jadi Presiden, banyak hal yang menarik dan positif juga. Kemudian, tentunya Abu Dhabi ingin memberikan penghargaan atau apresiasi terhadap apa yang telah dilakukan Pak Jokowi terhadap negara ini dalam rangka meningkatkan hubungan kedua negara. Dan hubungan kedua negara itu bisa berbentuk trade, investment, tourism, politik, dan sebagainya. Abu Dhabi melihat Pak Jokowi banyak berperan dalam meningkatkan hubungan dua negara. Sehingga apa yang kita lihat sampai namanya ada jalan di Abu Dhabi, ini sebuah keistimewaan.
Dan bukan dari saya saja, dari Duta Besar (Dubes) lainnya juga. Tidak semudah itu suatu negara memberikan nama jalan. Dan kalau ditanya apakah ada negara lain? Ada, tapi hanya 1 yang saya lihat jalan, namanya Malik Salman, Raja Salman Saudi. Yang saya melihat betapa kedekatan kedua negara. Dan bahkan setiap bulan beliau saling menelepon, Pak Jokowi dengan His Highness (Pangeran Mohammed bin Zayed Al Nahyan).
Pak Jokowi yang paling dekat sekarang ini dengan Abu Dhabi. Oleh karena itu, teman-teman di Republik Indonesia harus menyadari kedekatan ini. Sayang kalau tidak dioptimalkan. Nggak mudah ini. Kita juga kerja keras di KBRI bagaimana mendekatkan pemimpin, masyarakat kedua negara.
Nah tantangannya sekarang bagaimana Jakarta mengoptimalkan kedekatan ini dengan kegiatan-kegiatan nyata. Misalnya investasikah, perdagangan, dan sebagainya. Itu tantangan kami ke depan.
Beberapa waktu kemarin ada aktivis Jatam (Jaringan Advokasi Tambang) yang menulis di Twitter bahwa pemberian nama jalan adalah bagian dari konsesi dari UEA karena mendapatkan konsesi lahan 256.000 hektare (Ha) di calon Ibu Kota Baru di Kalimantan Timur (Kaltim). Bagaimana respons KBRI Abu Dhabi?
Teman-teman, kita sebagai orang Islam harus mengatakan astagfirullahaladzim, kita memohon ampunan pada Allah SWT. Itu adalah berita yang sangat tidak berdasar dan sangat menyesatkan. Bayangkan, saya sendiri sebagai Dubes di Abu Dhabi tahu 2 hari sebelumnya. Dua hari sebelumnya saya diberi tahu bahwa kita akan diberikan ini, ini, dan sebagainya. Nggak ada sama sekali.
Jadi mendapatkan jalan itu tak ada lobi dari Bapak Dubes?
Ya ada sebelum-sebelumnya. Tapi apakah ada peran kita atau tidak ya wallahualam. Tapi yang jelas sering kita ngobrol sama merekalah. Apa monumental yang bisa dibuat lagi di Abu Dhabi untuk Republik Indonesia.
Jadi untuk diketahui, bukan saja jalan yang diberikan pada Presiden Jokowi dan masjid juga. Tapi juga gedung KBRI. Rumah Dubes juga dibangunkan. Orang setengah mati. Kita alhamdulillah dikasih, dan sama isinya lagi. Jadi tinggal buka kunci, masuk, kerja. Komputer sudah ada, AC, CCTV, sudah ada semua.
Apakah itu semua diperoleh sejak era Pak Jokowi?
Iya. Jadi hubungan itu cairnya, saya sendiri sudah 4,5 tahun. Tapi mulai cairnya 2019 ketika His Highness Mohammed bin Zayed Al Nahyan, Putera Mahkota Abu Dhabi silaturahmi ke Pak Jokowi di Bogor. Bayangkan waktu ke Bogor itu orang yang melihat kok singkat sekali di Indonesianya. Kalau tidak salah 6-8 jam. Tapi itu setengahnya bersama Pak Jokowi berdua. Maksud saya, begitu dia datang dari Bandara, diajak Pak Jokowi memutari Monas, lalu ke Bundaran HI. Jadi bayangkan saja dari Cengkareng, ke Monas dulu berputar, lalu ke Bogor. Itu berapa jam? Pelan-pelan lagi.
Belum lagi di Bogornya. Jadi sangat efektif dan efisien pertemuan walaupun singkat. Nah itu awalnya. Dibalas lagi oleh Pak Jokowi tahun ini di bulan Januari, datang lagi. Banyak sekali positifnya atau faktanya dari kedekatan itu, tidak bicara saja, tapi di bisnis juga iya.
Adakah indikasi lain terkait kian dekatnya hubungan kedua negara ini, yang dilatari kedekatan pemimpin. Untuk bidang investasi dalam 3 atau 5 tahun terakhir seperti apa peningkatannya?
Investasi alhamdulillah saat ini UEA, walaupun masih kecil dari segi total, karena investasi itu kan perlu proses. Jadi kalau kita melihat data yang ada, total investasi UEA di BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) itu sekitar US$ 256 juta, kecil. Nah tapi yang sedang berlanjut dan berproses banyak.
Misalnya ada, Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC) dengan Pertamina untuk mengembangkan refinery Cilacap, itu satu. Kedua ada namanya Mubadala Investment Company, itu seperti Temaseknya Singapura. Dia mau investasi di proyek Refinery Balikpapan, proyeknya Pertamina juga. Mubadala juga ada lagi proyek di Andaman, investasi energi. Lalu ada proyek di Pelabuhan di Surabaya dengan Maspion. Kemudian ada proyek solar cell, tenaga surya, itu terbesar di Asia Tenggara dari Abu Dhabi juga. Dan kita rencanakan 17 Desember ada ground breaking di Danau Cirata, Jawa Barat. Di agro juga banyak, ada Lulu ritel di Jakarta, itu dari Abu Dhabi semua.
Jadi alhamdulillah buat saya sangat terasa. Bukan hanya dari investasi, tapi dari segi komunikasi kita dengan orang-orang lokal sangat cair. Dan itu dirasakan di Abu Dhabi. Jadi kalau ditanyakan investasi sangat terasa besarnya. Hanya saja bagaimana Indonesia bisa memanfaatkan momentum ini dengan menawarkan proyek-proyek yang clean, itu yang lebih penting.
Bayangkan kita punya rencana kira-kira minggu ini selesai. Itu perlu hampir setahun waktunya hanya untuk mengurus tanah di Lembang 19,5 Ha.
Itu untuk proyek apa di Lembang?
Untuk proyek kerja sama pengembangan blueberry, buah-buahan. Jadi bisa dibayangkan birokrasinya di republik itu. Dan mudah-mudahan minggu ini selesai.
Apalagi tanah yang besar, yang kecil saja kita perlu waktu lama. Saya turun tangan langsung, ke menteri-menteri semua saya kontak supaya cepat realisasi. Karena dari yang kecil biasanya orang ke besar, atau mungkin ke besar langsung.
Jadi ada kaitan pembuatan Omnibus Law Cipta Kerja dengan mandeknya sejumlah MoU investasi yang harusnya sudah berjalan, tapi terbentur aturan di lapangan?
Kalau bicara Omnibus Law sebenarnya bukan khusus UEA, tapi dunia yang berharap perubahan itu, termasuk UEA. Jadi bukan saja UEA, tapi dunia berharap ada Omnibus Law itu.
Nah kaitannya dengan UEA sendiri, kita rencananya akan membuat SWF (Sovereign Wealth Fund) atau lembaga penjaminan Indonesia. Nah diharapkan dengan ada Omnibus Law itu akan lebih memudahkan pendirian lembaga keuangan itu. Nanti dananya bisa dari Abu Dhabi, Amerika, Jepang, Australia, dan sebagainya.
Apakah ide pembentukan SWF itu ide dari Pangeran Mohammed bin Zayed Al Nahyan?
Nggak, bukan. Jadi dia kan pernah berpengalaman, Abu Dhabi ini, membuat hal seperti itu (SWF) di India, Bangladesh, Mesir, dan sebagainya. Nah coba dia tawarkan juga sama Indonesia buat SWF. Tapi dengan banyaknya ketentuan yang berliku-liku di Indonesia, makanya ide pembentukan Omnibus Law itu salah satu solusi.
Apakah Pangeran Mohammed bin Zayed Al Nahyan pernah memberikan masukan kepada Pak Jokowi tentang pembuatan aturan baru (agar ketentuan investasi tak berbelit)? Ini kaitannya dengan Omnibus Law Cipta Kerja. Karena selain 2019, pada tahun 2015 Presiden Jokowi juga pernah berkunjung ke UEA untuk teken kerja sama triliunan rupiah?
Waktu beliau kemari 2015, saya belum bertugas di sini. Saya bertugas 2016. Maka saya bilang hubungannya cair waktu kunjungan His Highness ke Bogor, baru lebih cair.
Bagaimana hubungan Indonesia dengan UEA dalam sektor perdagangan?
Saya mantan perdagangan, saya Dubes yang background-nya pedagang. Jadi kalau perdagangan saya hafal betul. Jadi perdagangan kedua negara dalam 3-4 tahun terakhir posisinya sekitar US$ 3,5 miliar. Tapi yang menarik untuk kita kaji, mereka umumnya ekspor ke Indonesia sekitar US$ 2-2,1 miliar, kita ekspor kurang lebih US$ 1,5 miliar. Jadi ada defisit kita sekitar US$ 600 juta.
Yang Indonesia ekspor ke UEA atau ke Dubai itu antara lain perhiasan dari Jawa Timur, ban, CPO, ada kertas, TPT, besi, dan sabut, itu yang besar. Lalu apa yang diimpor Indonesia dari UEA? Ya paling banyak energi, migas. Tapi yang menarik kita juga impor bahan baku seperti bijih plastik, baja, aluminium, dan kita impor dari UEA US$ 9 juta untuk kurma. Di Indonesia juga kan sekarang di mana-mana ada kurma. Kalau saya makan kurma, di UEA itu lebih kecil, jadi buat Indonesia lebih cocok.
Bagaimana strategi KBRI Abu Dhabi menghadapi defisit perdagangan tersebut?
Pertama saya selalu mengingatkan bagaimana meningkatkan daya saing, itu yang secara nasional. Tanpa daya saing omong kosong kita bisa tingkatkan ekspor. Kita mau buat apa saja, tapi kalau daya saingnya kurang itu sulit.
Kedua, kami juga berupaya bagaimana caranya meningkatkan penjualan barang-barang yang bernilai lebih. Misalnya kita ada produksi senjata, atau pesawat, kita bisa masukkan di sini, sehingga kita bisa mengangkat nilai ekspor.
Apa kendala meningkatkan daya saing produk Indonesia, khususnya di UEA?
Kalau daya saing lebih banyak pertanyaan di dalam negeri. Jadi misalnya Anda punya kopi robusta. Itu dulu kita nomor satu di Dubai. Tapi dengan adanya Vietnam masuk jadi bersaing betul dengan Vietnam, padahal kopi robusta saja. Begitu juga yang lain, karena Dubai ini semacam hub untuk Afrika dan Timur Tengah.
Kalau Anda bisa produksi sesuatu di Dubai, lalu nanti dilihat sama negara lain pesaing kita, dia bisa produksi lebih murah, orang akan ambil yang lebih murah. Misalnya sarung, kita ada dari Pekalongan, banyak masuk. Tapi sekarang ada dari India juga, itu sebelahnya Dubai. Kan tentunya akan lebih murah.
Ketiga, kita juga fokus agriculture. Buah mangga, 1 kilogram (Kg) mungkin sama dengan Thailand harganya, US$ 1. Begitu dibawa ke Dubai naik harganya US$ 1,5, sementara Thailand US$ 1,2. Itu contoh daya saing. Jadi banyak tantangan dalam negeri bagaimana menyelesaikan daya saing. Nah itu tugasnya kementerian. Apakah Kementan, Kemenperin. Dia punya tugas, dia harus lebih tahu. Bagaimana dia buat strategi atau terobosan, bagaimana dia mempunyai terobosan supaya barang-barang yang dijual punya daya saing. Tentunya ada kaitannya juga dengan perbankan, transportasi, banyak hal lah. Tapi itu intinya dalam negeri.
Daya saing itu sekarang sangat mudah. Kalau dulu saya jadi atase perdagangan, harus buat market intelligence, sekarang nggak perlu. Intinya itu.Tapi kita susah, semua pintar bahas daya saing, tapi faktanya, implementasinya sudah di Indonesia.
Jadi PR terbesar masih di dalam negeri?
Iya. Jadi konsepnya, kalau semua kementerian terkait bisa membantu meningkatkan daya saing, saya yakin tak hanya ke UEA atau Dubai, tapi ekspor dunia meningkat.
Apabila Indonesia dibandingkan dengan Malaysia dalam hal investasi dengan UEA, bagaimana hubungannya?
Yang pasti Dubes Malaysia di Abu Dhabi sering tanya sama saya. Iri hati sama saya. Padahal dia kalau bicara Rajanya Malaysia dengan Syech Mohammed teman sekolah. Kalau bicara kedekatan. Tapi dia kagum, kenapa Anda bisa membuat Pak Jokowi lebih dekat dengan His Highness? Saya bilang doa sama Allah. Usaha juga.
Dalam hal sertifikasi halal bukankah Malaysia lebih maju?
Oh nggak. Itu siapa bilang? Saya 4 tahun sebelumnya. Barang apa-apa yang ditinggal langsung ada masalah.
Selama ini tidak ada persoalan soal sertifikasi halal dengan UEA?
Tidak ada. Alhamdulillah sudah beres.
Realisasi investasi yang dikejar Pak Jokowi ketika berkunjung ke UEA Januari lalu?
Ada business to business (b to b), ada government to government (g to g). Sekarang sedang bergulir. Misalnya, contoh riil bulan Desember tanggal 17 nanti akan menyelenggarakan atau membuat pesta ground breaking proyek solar cell di Danau Cirata, Jawa Barat. Walaupun kecil, sekitar 145 megawatt, tapi mendunia. Karena tenaga surya, jarang bisa sebesar itu tenaga surya. Kita mau buat di Danau Cirata. Sekarang sudah selesai prosesnya, kita mau bangun di Danau Cirata. Ini pull up yang kemarin.
Bulan depan juga mungkin ada finalisasi antara Maspion Group dengan DP World Dubai untuk Pelabuhan di Gresik. Ada juga AGRO. Lulu juga buat 4 hypermarket di Jabar. Dan mereka target kalau bisa dalam 3 tahun 100 cabang Lulu di Indonesia.
Seperti apa realisasi kerja sama Mubadala dengan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk?
Dengan Chandra Asri kita sudah bantu untuk dapat long term kontrak untuk NAFTA. Dia dapat suplai dari ADNOC untuk bahan baku petrokimia.
Kemudian proyek Chandra Asri dua, mudah-mudahan setelah Corona, tahun depan kita akan mulai negosiasi kembali.
UEA punya Dubai yang jadi kota pariwisata dunia. Indonesia juga punya kekayaan alam beragam. Kalau kerjasama di pariwisata seperti apa? Dari pembangunan pariwisata dunia seperti di Dubai, apakah ada yang bisa dipelajari Indonesia?
Saya tadi bicara itu dengan Menteri Pariwisata UEA, kita baru saja video conference bagaimana meningkatkan jumlah turis dari UEA ke Indonesia. Sebab fakta-fakta yang ada, jumlah turis UEA ke Thailand banyak, bisa 130.000 orang sebelum pandemi. Tapi ke Indonesia hanya 10%.
Misalnya paling dekat dengan Dubai itu Maldives, itu gampang dari sini. Pesawatnya gampang, jelas, enaklah, dan turis cocok ke Maldives. Nah tadi bilang, Menteri Pariwisatanya, kalau misalnya Anda segera buka Bali, saya kirim banyak orang ke Bali sekarang. Saya bilang insyaallah kita akan buka Desember.
Oleh karena itu saya akan undang Menteri Pariwisata Pak Wishnutama, bulan depan ke Abu Dhabi dan Dubai untuk bertemu menterinya, sekaligus melihat bagaimana Dubai Airport dibuka buat turis. Jadi Bandara Soetta dan Bali bisa belajar, oh begini cara buka supaya lebih aman saat pandemi. Jadi banyak yang kita pikirkan untuk meningkatkan semua itu.
Selain Bali, wilayah mana yang diinginkan oleh EUA?
Sekarang mulai berkembang Lombok. Dan kita ada rencana juga. UEA juga berpikir bisa nggak kita dapat 1 pulau yang dekat dengan Abu Dhabi, dalam hal ini di sekitar Aceh untuk kita buat pengembangan kawasan tourism untuk negara-negara GCC (Gulf Cooperation Council).
Kenapa di Aceh? Karena jarak tempuh pesawat dari Abu Dhabi ke Aceh kurang lebih 5-5,5 jam. Dia minta itu. Kita coba kaji. Ada tidak tempat untuk bisa dikembangkan turis. Apakah di Aceh dan sekitarnya, atau Riau. Kita sedang kaji dengan Menparekraf.
Apakah betul Indonesia-UEA sudah menjalin kerja sama yang cukup lama di bidang keagamaan berupa pengiriman para imam?
Begitu saya datang di Abu Dhabi, awalnya, saya alhamdulillah sering shalat subuh dan magrib di masjid. Sering saya temui imam dari Pakistan, kadang-kadang Bangladesh, dari Maroko. Itu saya lihat.
Tahun pertama di Abu Dhabi, saya minta pertemuan dengan Menteri Agama UEA. Saya ketemu, saya bilang saya sering ke masjid-masjid UEA, kok tidak ada imam dari Indonesia? Kalau Anda tahu, Indonesia punya penduduk 270 juta. 90% Islam, dan dari 90% itu insyaallah 1% hafidz Alquran. Paling banyak hafidz dibanding negara-negara Arab. Jadi tolong Anda bantu. Itu saya bilang sama dia. Nah, berproseslah. Sampai dapat hari ini ada yang juga sudah berhenti juga karena mau menyelesaikan S2 di Indonesia. Ada 11 orang Imam di masjid-masjid di UEA.
Kalau bicara bagaimana program berikutnya? Saya sudah minta ke Pak Jokowi ketika bertemu His Highness di Januari lalu, supaya bisa minta imam 200 orang dalam 3 tahun. Jangan tanggung-tanggung kalau dengan His Highness kita harus besar, kalau kecil buat apa? Apalagi Pak Jokowi yang meminta. Dia oke. Sekarang sedang diseleksi Kemenag. Diharapkan bulan depan sudah ada seleksi. At least kalau dapat tahun ini 60 orang alhamdulillah. Kalau di depan orang atau berikutnya, dan sisanya. Lebihnya apa imam di sini? Pertama di sini negeri yang toleran. Ada Menteri Toleransinya, ada sinagoge, ada gereja, ada semua di Abu Dhabi.
Mereka saling menghargai. Nah diharapkan imam-imam yang bekerja di sini, di samping pendapatannya memadai, itu kalau dirupiahkan sekitar Rp 20 juta/bulan, dia dapat rumah, asuransi, enjoy-lah. Dia kalau jadi imam di sini, bedanya sama di Indonesia, dia nggak perlu adzan. Karena adzan sudah disiarkan langsung dari masjid besar melalui radio. Dia hanya imam. Dan kalau dia khotbah Jumat itu sudah disiapkan, dan pendek, hanya baca. Jadi Islam di sini betul-betul bisa diterima sama banyak orang, Itu lebihnya kalau kita banyak imam. Dan kalau banyak imam di sini, dia bisa membaca budaya Indonesia. Jadi mereka bisa belajar bagaimana Islam toleran di Abu Dhabi. Suatu saat dia kembali, dia bisa ajarkan ke Indonesia.
Apakah 11 orang itu dari kampung halaman Pak Husin saja atau dari mana saja?
Dari saya hanya 1, jadi gampang-gampang susah carinya. Karena standarnya harus bisa bahasa Arab, dan hafidz Alquran. Tapi sekarang ini saya dengar sudah ada 100 orang siap diseleksi di Jakarta.