Strategi pemasaran Burger King dengan mengajak masyarakat membeli produk pesaingnya seperti McDonald's, KFC, hingga warteg berhasil menuai simpati banyak warganet. Baru satu hari diunggah, postingan Burger King di akun resminya itu disukai 290 ribu orang dan dibanjiri 11 ribu komentar.
Meski begitu, menurut pemerhati marketing Yuswohady, aksi Burger King tersebut belum tentu ampuh menarik masyarakat membeli makanan cepat saji di restonya maupun pesaingnya. Belum tentu juga meningkatkan penjualan secara drastis dalam waktu dekat ini.
"Efektif untuk awareness, artinya ia pasti dilirik orang, untuk sell saya kira nggak begitu," ujar Yuswohady kepada detikcom, Kamis (5/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Yuswohady, yang dilakukan Burger King lebih kepada promosi brand. Pengaruhnya baru akan terasa buat Burger King dalam jangka panjang.
"Ini kampanye untuk brand sebenarnya, bukan untuk sell. Kalau kampanye untuk sell itu misalnya Pizza Hut turun ke jalan itu sell itu atau diskon atau bundling itu sell, tetapi ini lebih menunjukkan empati itu arahnya lebih ke brand membentuk brand reputation, brand image sama awareness," paparnya.
![]() |
Adapun brand reputation yang hendak dibangun oleh Burger King adalah sebagai brand yang peduli terhadap nasib karyawannya dan pesaingnya.
"Secara jangka panjang itu brand-nya akan kuat dan lama. Apalagi juga tergantung nanti Burger King bakal terus-terusan begini nggak? Ini kan empati sekali, nanti empati lagi nggak? Kalau berikut-berikutnya nggak, ya dilupakan," sambungnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Hal serupa disampaikan oleh pakar marketing Hermawan Kartajaya. Menurutnya, cara seperti ini hanya ampuh menarik minat pelanggan lama Burger King saja terutama yang memang fanatik dengan brand tersebut.
"Ya efeknya sih paling ke pelanggan yang sudah fanatik sama Burger King mungkin ya, wah ini smart, tetapi menarik pelanggan baru itu rasanya nggak," ucap Hermawan.
Menurutnya kampanye semacam ini sulit menarik pelanggan baru, karena rata-rata masyarakat Indonesia terutama segmen menengah ke bawah belum banyak yang tahu dengan Burger King.
"Ya susah mencari customer baru dengan cara itu susah, di Indonesia mungkin nggak sampai segitunya, nggak ngerti orang, mungkin ini cocoknya di dunia barat yang tingkat edukasinya tinggi, kalau untuk Indonesia susah, kan yang makan di Burger King itu kan bukan menengah ke bawah, ya menengah aja, kalau di Amerika mungkin bisa ya," sambungnya.
(ara/ara)