Perusahaan aplikasi penyedia transportasi asal San Francisco, California, Uber juga terdampak pandemi virus Corona (COVID-19). Laporan pendapatannya kuartal III-2020 tercatat mengalami kerugian.
Dilansir dari CNN, Jumat (6/11/2020), pendapatan perusahaan kuartal III-2020 turun 18% dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau sebesar US$ 3,1 miliar yang setara dengan Rp 44,2 triliun (kurs Rp 14.200/US$). Pendapatan dari layanan angkut penumpang turun 53%, meskipun pendapatan dari layanan antar makanan tumbuh 125% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Saham Uber melayang bahkan dalam perdagangan setelah jam kerja. Kepala Keuangan Uber, Nelson Chai tetap yakin perusahaan akan mampu untuk mencapai keuntungan berdasarkan target sebelum akhir tahun depan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sepanjang 2020 ini, Uber telah rugi US$ 5,8 miliar atau setara dengan Rp 82,36 triliun. Angka didapat dari kerugian US$ 1,1 miliar pada kuartal III-2020, pada kuartal II-2020 US$ 1,8 miliar dan kuartal I-2020 yang rugi US$ 2,9 miliar.
Hasil pendapatan datang setelah Election Day, ketika warga California memilih untuk mengesahkan keputusan yang membela model bisnis yang dirintis Uber. Hal itu memungkinkan perusahaan untuk terus memperlakukan pengemudinya bukan hanya sebagai karyawan.
Saham perusahaan naik hampir 15% di tengah berita bahwa Proposisi 22 atau "Prop 22," telah berlalu. Pengesahan Prop 22 memberi investor alasan untuk optimis bagaimana Uber dapat bertahan ketika menghadapi tantangan klasifikasi pengemudi lainnya di masa depan.
(zlf/zlf)