40 Tahun Dapat Stimulus Dagang AS, Apa Untungnya buat RI?

40 Tahun Dapat Stimulus Dagang AS, Apa Untungnya buat RI?

Vadhia Lidyana - detikFinance
Senin, 09 Nov 2020 14:54 WIB
Bendera AS
Bendera AS/Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Indonesia masih masuk dalam negara yang memperoleh stimulus perdagangan dengan bentuk fasilitas bebas bea masuk melalui Generalized System of Preferences (GSP) dari Amerika Serikat (AS). Negeri Paman Sam itu baru saja memperpanjang status Indonesia mendapatkan GSP pada 1 November 2020 lalu.

GSP adalah stimulus perdagangan khusus negara-negara kurang berkembang (LDCs) dan negara berkembang, salah satunya Indonesia. Melalui GSP, ekspor sejumlah produk dari Indonesia tak dikenakan tarif bea masuk oleh AS.

Dikutip dari keterangan resmi Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Senin (9/11/2020), GSP diberikan secara unilateral oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada tahun 1980. Artinya, sudah 40 tahun Indonesia mendapatkan fasilitas GSP dari AS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti pada keterangan awal, keuntungan bagi Indonesia mendapatkan GSP adalah ekspor yang dibebaskan bea masuk untuk 3.572 produk. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, (Kemendag) produk-produk yang mendapatkan fasilitas GSP antara lain ban mobil, asam lemak, tas tangan dari kulit, aksesoris perhiasan, plywood bambu laminasi, plywood kayu tipis kurang dari 66 mm, bawang bombai kering, sirup gula, madu buatan, karamel, barang rotan khusus untuk kerajinan tangan, dan sebagainya.

Pada akhir 2019, tepatnya di bulan April-Oktober lalu, pemerintah AS mengevaluasi pemberian fasilitas GSP di Indonesia. Ada satu produk Indonesia yang dikeluarkan dari fasilitas GSP, yakni produk asam stearat yang dinilai sudah sangat berdaya saing dan memiliki pangsa pasar yang sangat baik di AS sehingga tidak perlu lagi mendapatkan perlakuan khusus.

ADVERTISEMENT

Baru mendapatkan kabar itu, di awal tahun 2020, Indonesia dikeluarkan dari daftar negara berkembang oleh USTR. Hal itu tak begitu menjadi kabar baik, karena dikhawatirkan Indonesia tak lagi memperoleh fasilitas GSP. Pemerintah Indonesia pun melakukan berbagai upaya untuk kembali memperoleh GSP, baik melalui Kemendag maupun Kemlu.

Kemudian, pada 29 Oktober lalu Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Michael Richard 'Mike' Pompeo berkunjung ke Tanah Air dan bertemu Menlu Retno Marsudi serta Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pada pertemuan itu, Retno sempat menyinggung soal GSP. Selang dua hari dari kunjungan Pompeo, Indonesia mendapat kabar baik yakni fasilitas GSP yang diperpanjang kembali.

(ara/ara)

Hide Ads