Lazada Indonesia mencatat peningkatan mitra penjual hingga 70% selama masa pandemi COVID-19. Jumlah pengunjung, fitur, hingga komunitas yang dimiliki Lazada serta mencari mata pencaharian baru disebut jadi alasan banyak seller mulai berjualan lewat Lazada.
SVP Traffic Operations & Seller Engagement Indonesia, Haikal Bekti Anggoro mengungkapkan mitra seller baru tersebut ingin mencari peruntungan lewat Lazada. Ia mengatakan mereka berasal dari penjual offline maupun sudah pernah berjualan online lewat media sosial.
"Bahasa kita, mata uangnya adalah jumlah pengunjung. Seperti di mal, semakin dekat depan pintu utama, di lantai dasar, semakin banyak pengunjung dan produk bisa dilihat. Saat mau jualan online, seller di Lazada sudah punya pengunjung," ungkap Haikal, Senin (9/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sementara saat jualan di media sosial, mereka harus mencari follower mereka sendiri, harus bayar iklan, apalagi model bisnis dari teman ke teman, cape juga kan," imbuhnya.
Diungkapkannya, jumlah pengunjung bisa didapat oleh penjual dengan biaya nol rupiah. Selain itu, banyak fasilitas atau fitur Lazada yang bisa dimanfaatkan para penjual. Namun, ia mengungkapkan banyak penjual baru yang mengira jualan online langsung bisa laku banyak.
Menurut Haikal, padahal realitanya tidak semudah itu. Sebab penjual itu harus bersaing dengan para penjual lain dengan segala jenis produknya. Makanya, kata Haikal, Lazada menyiapkan Lazada University yang memberi materi dari yang paling dasar buat penjual yang berjualan secara online.
"Kedua, ada Lazada Club atau komunitas antarseller. Di komunitas ini, para seller bisa sharing tips dan trik buat jualan online. Lazada Club ada 26 kota. Kala pandemi ini nggak bisa pertemuan offline, jadi mereka bertemu di IG Lice, Zoom, dan TikTok," ujar Haikal.
Haikal juga mengatakan Lazada merupakan platform pertama yang membedakan aplikasi antara customer dan seller. Di aplikasi ini penjual bisa memanajemen tokonya dengan jelas dan lebih komprehensif. Selain itu banyak fitur yang bisa digunakan dan terus ditambah serta di-upgrade.
"Lazada anglenya lebih mau realistis, nggak semua seller yang keren punya brand, tapi kita juga menyasar masih yang produksi rumahan, dikasih nama brand-nya sendiri, kita ingin menaikkan pride-nya mereka, karena the real UMKM adalah yang kecil-kecil. Jadi kita ingin kasih kesempatan yang setara, bukan hanya yang sudah populer di media sosial," ujarnya.
Lebih lanjut Haikal mengungkapkan penjual di Lazada diharapkan bisa menjadi pengusaha yang lebih banyak mengikuti tren pasar dan mengambil langkah yang diperlukan. Sementara bagian pengerjaan manual seperti pengepakan barang yang mau dikirim bisa difasilitasi Lazada,
"Jadi, itulah yang ingin kita push berjualan online melalui platform itu tidak rumit. Banyak hal yang bisa kita bantu sehingga seller bisa melihatnya sebagai bisnis owner, apa yang lagi tren, pergerakan pasar. Kita ada warehouse, fulfillment by Lazada, bisa membagi tugasnya ngepack, nyimpan barang, bisa dititip di gudangnya Lazada, biar lazada yang ngurus biar kita kasih ke tim kita yang pack logistik. Sementara seller adalah bisnis decision, jangan fokus di lakban dan kardus," ujarnya.
Haikal juga mengatakan bahwa pertumbuhan penjual di Lazada itu harus dibarengi dengan jumlah pengunjung hingga konsumen. Makanya, pihaknya selalu mengadakan kampanye belanja, termasuk menjelang akhir tahun dan yang paling dekat, Festival Belanja Lazada 11.11.
"Kita punya responsibility untuk menarik consumer lebih banyak. Sejak maret tidak pernah berhenti promo, misalnya lalu Ramadhan Sale, Mid Year sale kita ada, kita baru hit 11.11 supaya harus selalu diangkat animo masyarakat untuk belanja, karena uang-uangnya pasti muter ke temen UMKM juga," pungkasnya.
(prf/ega)