Para pengusaha ramai-ramai menolak larangan minuman beralkohol. Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol sedang dibahas Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Pengusaha yang menolak adalah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI). Kedua perkumpulan pengusaha ini menilai RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol kontraproduktif dengan kondisi industri saat ini.
Para pengusaha y semakin diperberat untuk berusaha di Indonesia. Sebelum muncul RUU tersebut saja sudah ada banyak kebijakan yang mengatur minuman beralkohol.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kami pelajari selama 15 tahun terakhir kalau terkait minuman beralkohol itu paling tidak ada 36 peraturan yang mengatur, mengawasi, membatasi kegiatan minuman beralkohol. Dari produksinya dibatasi ada kuotanya, harus memiliki izin, baik pusat maupun daerah. Kemudian harus melapor setiap peredaran per botolnya," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) APIDMI Ipung Nimpuno kepada detikcom, Jumat (13/11/2020).
Tak hanya itu, lanjut Ipung, konsumennya juga dibatasi hanya yang berusia di atas 21 tahun. Lokasi penjualan juga dibatasi. Selain itu produk minuman beralkohol juga dilarang untuk beriklan di media manapun.
"Untuk promosinya sama sekali tidak boleh melakukan di media apapun, baik di majalah, koran, billboard. Sedangkan produk BKT, barang kena cukai lain seperti rokok jauh lebih longgar," ujarnya.
Pihaknya pun merasa dianaktirikan oleh pemerintah. Hal itu dirasa karena mendapatkan perlakuan yang jauh berbeda dengan rokok. Padahal minuman beralkohol dan rokok sama-sama produk yang memberikan kontribusi cukai.
Ipung juga mengatakan, pihaknya merasa sangat dipersulit oleh kebijakan yang ada. Sebelumnya pemerintah juga membatasi penjualan minuman beralkohol dengan melarang penjualan di minimarket.
Apa komentar PHRI soal RUU larangan minuman beralkohol? Langsung klik halaman berikutnya.