Perajin alat peraga edukasi (APE) untuk PAUD, TK dan SD di sentra kerajinan Desa Jetis Wetan, Klaten bertahan hidup di tengah pandemi COVID-19, meski ada pula yang sudah gulung tikar. Perajin alat berbahan kayu itu menghentikan usahanya sebab tidak ada barang yang terserap karena sekolah tatap muka dihentikan.
"Yang tutup tidak produksi saat ini kalau 50 persen sudah ada. Yang bisa bertahan imbasanya yang gede - gede saja," kata Ketua RW 6 Dusun Kunden, Desa Jetis Wetan, Kecamatan Pedan, Klaten, Sugiarto pada detikcom, Senin (16/11/2020) siang.
Sugiarto yang juga ketua paguyuban perajin APE menjelaskan sejak ada pandemi COVID-19 dampaknya sangat terasa. Penjualan seret bahkan macet. Selama delapan bulan sejak bulan Maret penjualan merosot. Ada barang keluar tapi jumlahnya satu dua dan tidak menutup ongkos produksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sugiarto sebelum ada pandemi COVID biasanya mulai bulan Maret sudah ada order, terutama proyek pemerintah.
"Kalau proyek pemerintah turun, dana cair sekitar bulan Juni kita bisa kewalahan menerima pesanan. Tapi setelah COVID dan sekolah libur semua berhenti, yang kuat hanya bertahan," jelas Sugiarto.
Padahal, terang Sugiarto, setiap perajin mempekerjakan anggota keluarga dan minimal tiga karyawan. Di Dusun Kunden atau RW 6 saja ada sekitar 40 perajin. Barang produksi Desa Jetis Wetan, sambung Sugiarto, selama ini sudah tersebar di seluruh Indonesia. Bahkan yang perajin besar sampai Aceh dan Papua.
"Yang besar bisa bertahan meskipun hanya menyetok barang. Mereka sedikit mungkin masih bisa menjual dengan jualan untuk mainan," terang Sugiarto.
Langsung klik halaman selanjutnya.
Perajin lainnya, Hendra Wibisono mengatakan setelah sekolah, termasuk TK dan PAUD diliburkan penjualan turun sampai 60 persen. Padahal pengiriman biasanya sampai Jakarta, Bali, Sumatera, Kalimantan dan lainnya.
"Kirimnya ke seluruh Indonesia dan biasanya kita kirim ke toko atau perorangan yang nyetok. Per bulan dulu bisa lebih Rp 50 juta omzetnya," jelas Hendra di rumahnya.
Setelah ada COVID, kata Hendra, penjualan seret dan kadang merugi. Namun demikian dirinya tetap berproduksi agar tidak merumahkan karyawan.
"Sedikit sedikit kita tetap produksi. Yang penting tidak merumahkan karyawan, kasihan," ucap Hendra.
Untuk bertahan, imbuh Hendra, dirinya mengandalkan pasar online bekerjasama dengan reseller. Segmen yang dibidik bukan sekolah tetapi rumahan.
"Reseller itu kan biasanya juga punya online. Kita sasaran ke online dengan segmen permainan rumahan sebab ada anak yang bosen main HP dan gadget," papar Hendra.
Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UMKM Pemkab Klaten Bambang Sigit Sinugroho mengatakan kendala utama UMKM di masa pandemi adalah persoalan daya beli dan kegiatan yang ditutup. Turunnya daya beli berpengaruh.
"Kalau data beli turun, kegiatan sepi maka diproduksi pun barang tidak laku. Kuncinya hanya segera memulihkan daya beli agar ekonomi bangkit," jelas Bambang pada detikcom di kantornya.
(hns/hns)