Lada jadi komoditas andalan di perbatasan Sanggau, Kalimantan Barat. Wilayah yang berbatasan dengan Malaysia ini dinilai cocok untuk menanam lada. Sehingga tak heran warga berbondong-bondong menjadi petani lada sejak dahulu kala.
Namun, bukan cuma Sanggau dan sekitarnya, negara jiran Malaysia pun sudah lama pula berkebun lada. Lokasi yang dekat pun memungkinkan mereka saling bertukar informasi soal penanaman lada, termasuk membeli bibit andalan dari Serawak Malaysia.
Salah satunya Udin yang sejak bertahun-tahun lalu telah belajar menanam dan membeli stek bibit lada dari Malaysia. Udin yang sering berdiskusi dengan kelompok petani Serawak mengatakan para petani di tempatnya lebih mengandalkan bibit lada dari Malaysia, seperti Sebinggo emas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya punya teman di serikat petani Malaysia. Saya hubungi di sana, minta bagi. 1 stek 7 ringgit 4 tahun yang lalu 2016. Saya kasih 300 ringgit dan dikasih lebih karena kawan," kata Udin yang sudah berpuluh tahun menjadi petani kepada detikcom, Kamis (19/11/2020).
Ternyata benar saja, bibit ini tak mengecewakan. Dia yang juga menanam bibit lada lokal ini mengaku senang karena bibit asal Malaysia cepat berbunga dan hasil bijinya besar serta mempunyai berat yang baik. Dengan demikian saat dijual menguntungkan.
"Bibit lokal sejenis lada india minimal itu satu pohon 90 biji dan susah ngembang dan pupuknya harus kontinyu. Lada lokal kalau usia belum cukup bagaimanapun mupuk gak akan keluar bunga. Bibit dari Malaysia cepat keluar bunga," jelas petani di Kecamatan Sekayam ini.
Dari bibit ini pula sejak bertahun-tahun lalu dia telah mampu menyekolahkan anaknya hingga universitas di Jakarta. Bahkan dari ratusan pohon lada yang menjulang, dia telah mampu membangun rumah seharga Rp 300 juta.
Kendati demikian, dia masih merasa "baper" saat mengetahui perlakukan pemerintah Malaysia ke para petani lada.
"Bantuan pertanian mereka bagus. Kalau kendala kita, diberi pupuk subsidi tapi kualitas pupuknya jauh berbeda. Kedua ada pestisida murah, tapi kadarnya ga sampe 100 slnya, Jangan seperti itu kalau mau bantu para petani. Kualitas berat lada mereka lebih bagus mereka, gizi tanaman mereka lebih sempurna," tegasnya.
Di lain pihak, Jembar Khairuddin selaku Mantri Perkebunan Sekayam, Sanggau mengaku meski mengandalkan bibit dari Malaysia, dia meyakini kualitas lada dari Indonesia masih lebih baik. Hal itu dibuktikan dari masih banyaknya permintaan lada ke Malaysia lewat PLBN yang dikelola oleh BNPP.
"Tanahnya di sini lintas khatulistiwa jadi tanam lada di Kalbar cocok. Lalu petani lain biasanya ngejar harga umur 6 bulan sudah panen sehingga rasanya minyak kurang dan jumlah produksi jadi beda. Di sini petani diajari sama orang Malaysia harga murah dan rugi kalau banyak kotorannya, termasuk dalam sosial ekonomi, petani sudah tahu kalau panen di bawah 8 bulan panen murah," tandasnya.
![]() |
Jembar juga menambahkan beberapa kendala yang dihadapi petani lada di perbatasan. Pertama, soal pupuk subsidi yang langka sehingga petani di sini perlu diarahkan untuk mulai memelihara ternak dan mempergunakan kotorannya untuk pupuk. Selain itu, kebijakan dari Malaysia yang membuat harga lada yang dikirim ke Malaysia tidak menentu.
Terakhir, dirinya mengaku dinas sering kesulitan memberikan bantuan ke petani yang mengelola lahan di kawasan HGU. Sehingga diperlukan kordinasi peraturan dan pengaturan antar-stakeholder
Pandemi Buat Petani Makin Sulit
Sementara itu, petani lainnya. Kayat Muslim mengaku dengan pandemi COVID-19, membuat pemasaran lada semakin sulit. Bahkan banyak petani yang menyimpan lada yang telah panen berbulan-bulan sembari menunggu pembeli atau justru melakukan panen lebih dini karena membutuhkan uang.
"Pandemi ekonomi susah. Harga lada juga menurun banyak sehingga masyarakat agak kurang ke lada. Cuma lada punya peluang harga naik mereka sekarang mengembangkan lagi, bibit lada juga susah karena ga dirawat petani. Alhamdulillah, diberi bantuan oleh dinas sebanyak 3.000 batang. Bulan Juli sudah ditanam semua dari Kementan. Sekarang sudah 6 bulan, sudah mulai naik ke tiang," terangnya.
Selama pandemi juga, petani mulai memanfaatkan pupuk organik demi menekan pengeluaran. Dia juga mengharapkan lockdown Malaysia segera dibuka karena lada-lada dari kelompok taninya sering juga dikirim ke Malaysia.
Sebagai informasi, berdasarkan informasi Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Sanggau, di tahun 2019 total area untuk komoditi lada mencapai 409,801 hektare dengan jumlah produksi 1.465 ton, serta jumlah petani 5.487 orang.
(mul/mpr)