Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 hari ini kembali dibahas mengenai pajak digital. Indonesia termasuk yang menaruh harapan besar dalam pembahasan itu. Namun sayangnya belum ada kata kesepakatan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, dalam pertemuan KTT G20 hari kedua memang salah satunya mengangkat mengenai perpajakan internasional. Di dalamnya termasuk membahas pajak digital.
"Hal yang sangat penting bagi Indonesia juga yang diangkat di dalam summit ini adalah mengenai international taxation. Seperti diketahui antara para menteri keuangan di G20 dengan OECD telah merumuskan prinsip-prinsip mengenai international taxation menyangkut digital taxation dan upaya untuk menghilangkan base erosion profit shifting," terangnya dalam keterangan pers virtual, Minggu (22/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun sayang, kata Sri Mulyani belum ada kata kesepakatan dalam KTT G20 kali ini. Padahal Indonesia telah menaruh harapan besar dalam perpajakan digital.
"Namun agreement atau persetujuan belum diperoleh pada pertemuan saat ini. Diharapkan pada saat tahun depan presidensi Italia akan bisa mencapai kesepakatan," ucapnya.
Seperti diketahui, tahun depan Italia akan menjadi penyelenggara dari KTT G20. Sri Mulyani berharap akan ada kesepakatan terkait perpajakan internasional itu pada pertemuan tahun depan.
Namun dalam KTT G20 kali ini disepakati mengenai pengawasan dan menjaga stabilitas sistem keuangan global mengenai global stablecoins atau aset crypto untuk kategori spesifik. Disepakati seluruh yurisdiksi harus melakukan pemantauan, sebelum dilakukan penerapannya.
"Juga upaya untuk memerangi money laundering dan pendanaan terorisme. G20 akan mendukung optimalisasi dari teknologi dan pengembangan digitalisasi sektor keuangan, karena ini merupakan arah yang tidak bisa lagi ditolak namun perlu disiapkan terutama pada sisi perlindungan data konsumen," terangnya.
Selain itu, disepakati inisiatif untuk memberikan kelonggaran pembayaran utang bagi negara miskin dilaksanakan. Ada 46 negara yang sudah eligible dari 77 negara untuk mengikuti restrukturisasi utang dengan total US$ 4,9 miliar.
Lalu juga dilakukan koordinasi antara para kreditor yang ada di dalam Paris Club maupun yang non Paris Club. Dialkukan juga pendekatan persuasi agar pihak private sector turut berpartisipasi dalam pemberian kelonggaran bagi negara-negara miskin dalam mencicil utangnya.
(das/dna)