Mereka yang Tolak Libur Panjang Dipangkas

Mereka yang Tolak Libur Panjang Dipangkas

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Senin, 30 Nov 2020 07:00 WIB
Senin (2/11) merupakan hari pertama masuk kerja bagi para pegawai usai menghabiskan libur panjang dan cuti bersama yang ditetapkan pemerintah. Jl Margonda pun terpantau macet pagi ini.
Foto: Aries Suyono
Jakarta -

Libur panjang alias cuti bersama akhir tahun mau akan dipotong jumlah harinya. Pemerintah khawatir kejadian melonjaknya kasus COVID-19 saat libur panjang Oktober terjadi lagi.

Beberapa golongan pengusaha pun menolak mentah-mentah wacana ini, pengusaha hotel salah satunya. Mereka mengatakan libur panjang adalah satu-satunya momentum untuk menyambung hidup usahanya.

Wakil Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan okupansi hotel bisa naik tinggi di tengah pandemi hanya pada saat libur panjang saja. Dia menilai pengusaha hotel mengandalkan perjalanan liburan masyarakat saat libur panjang untuk bisa bertahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Okupansi besar kita itu terjadi saat long weekend atau libur panjang. Kalau sebelum pandemi paling besar itu dari business tourism, masa pandemi ini justru kan okupansi mengandalkan leisure di long weekend. Jadi pada masa long weekend itu jadi harapan ya jadi tambahan sedikit kekuatan untuk kita bertahan," ungkap Maulana kepada detikcom, Minggu (29/11/2020).

"Kita memang berbeda dari sektor lain, kalau libur menambah beban buat sektor lain, nah kita ini libur itu ya hidup kita," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dia menjabarkan dari data yang dihimpun pihaknya selama libur panjang pada bulan Oktober lalu saja okupansi hotel naik rata-rata 40%, paling tinggi ada yang menjadi 57%. Padahal di hari biasa, okupansi hotel rata-rata paling mentok di 30%.

"Pada libur Oktober long weekend kemarin itu okupansinya bisa 30-40%, 57% paling maksimal. Sementara di weekdays cuma 20-30%. Nah itu kenaikan tadi yang bisa 20-30%, yang kemungkinan kita nggak bisa dapatkan kalau liburan panjang dipotong," papar Maulana.

Apabila pemerintah tetap memangkas waktu libur panjang, pihaknya hanya bisa pasrah. Yang jelas, cuma efisiensi usaha yang bisa dilakukan pengusaha hotel, salah satunya dengan mengorbankan tenaga kerja.

"Kita ya nggak bisa buat apa-apa lagi, menerima aja. Ya paling kita sekarang tetap melakukan efisiensinya aja, nah korban pertama ya tenaga kerja. Baru kemudian beban lain, listrik dan segala macam," ujar Maulana.

Pengusaha penyewa toko alias tenant di mal juga menginginkan libur panjang tak dipotong. Apa alasannya?

Pengusaha penyewa toko alias tenant di mal mengungkapkan dampak yang terjadi apabila liburan panjang atau cuti bersama di akhir tahun dipotong harinya. Menurut para tenant hal ini bisa membuat mal menjadi sepi.

Khususnya, mal yang berada di daerah yang bukan kota besar. Menurut Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah biasanya setiap libur panjang akhir tahun akan menjadi berkah buat mal di daerah.

Pasalnya, dengan libur panjang yang diberikan banyak orang yang pergi ke luar kota. Di sana tak jarang mereka mengisi waktu liburnya dengan nge-mal. Namun, apabila liburan dipotong, kemungkinan hal itu tidak bisa terjadi.

"Pengaruhnya ini yang tadinya para pekerja bisa ke luar kota ya, mudik, atau liburan kan mungkin jadi nggak bisa kalau dipotong. Nah ini mungkin kawan-kawan tennant di luar kota yang kena dampak utama," ujar Budihardjo.

Di sisi lain, Budihardjo juga mengatakan para peritel di mal berharap momen libur panjang bisa mendongkrak penjualan sehingga stok barang yang tertahan bisa kembali dijual.

"Kan lebaran kemarin mal ditutup, nggak bisa jual, nah natal biar tetap buka dan bisa habiskan stok," ujar Budihardjo.

Dia pun menilai libur natal tahun ini kemungkinan bisa memberikan kenaikan penjualan bagi para peritel di mal, apalagi pihaknya juga sudah menyiapkan banjir diskon.

Namun, apabila libur panjang dipotong, Budihardjo mengatakan kenaikan penjualan akan lebih kecil daripada yang sudah diprediksi sebelumnya. Dari awalnya diprediksi naik 25-30%, bila libur dipotong cuma naik 20% saja.

"Prediksi kita, kalau dibanding tahun lalu jelas masih turun. Cuma dibanding situasi COVID kenaikan bisa 25-30%, cuma kalau libur panjang dipotong ya turun prediksinya, paling 20% aja," ungkap Budihardjo.


Hide Ads