Mentan Singgung Kementerian Lain Buka Keran Impor

Mentan Singgung Kementerian Lain Buka Keran Impor

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 01 Des 2020 07:45 WIB
Mentan Syahrul Yasin Limpo saat memberikan sambutan di hadapan perwakilan pemerintah desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (apdesi) Provinsi Sulawesi Selatan
Mentan Syahrul Yasin Limpo/Foto: Dok. Kementan
Jakarta -

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengaku tidak suka kebijakan impor pangan. Selama ini kewenangan tentang impor disebut tak ada di bawah kementeriannya, dia pun menyinggung bahwa kementerian lain yang suka membuat kebijakan tersebut.

"Kementan hanya punya kewenangan untuk produktivitas. Saya paling tidak suka impor, tapi bagaimana kalau kementerian lain yang membuka keran itu, yang didemo saya oleh petani," kata Mentan dalam webinar bertajuk 'Kedaulatan Pangan dan Energi', Senin (30/11/2020).

Syahrul menjelaskan tugasnya selama ini hanya membuat Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Impor besar yang ada di kewenangannya diakui hanya daging sapi dan bawang putih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mentan hanya membuat RIPH untuk menentukan syarat-syarat yang bisa diimpor seperti bawang putih tidak boleh menggunakan kotoran babi misalnya, ini ekstremnya. Yang menentukan izin itu bukan di kita, ini kadang-kadang salah persepsi. Importasi yang besar itu yang langsung bersentuhan dengan Kementan hanya dua, yaitu daging sapi 200-300 lebih ton, kedua bawang putih. Ada kah (impor) lain yang masuk? Ada, tetapi tidak melalui rekomendasi Kementan," jelasnya.

Apa alasan Syahrul impor kedua komoditas tersebut? Klik halaman selanjutnya.

Syahrul menjelaskan alasan Indonesia impor daging sapi dan bawang putih sebab Indonesia juga ekspor berbagai macam dalam jumlah besar ke kedua negara asal komoditas tersebut seperti India dan China.

"Persoalannya adalah kenapa daging sapi masuk, karena kita ekspor ke India juga besar banget. Ke China itu eksportasi kita ke China itu di atas Rp 90 triliun, data ini. Importasi itu di bawah 50, ini pembicaraan bilateral antar negara yang harus dipahami oleh semua," imbuhnya.

Indonesia bisa saja menghentikan impor kedua komoditas tersebut, namun konsekuensinya kenaikan harga yang melonjak. Ia mengaku pernah menahan impor untuk bawang putih, hasilnya harga di pasaran mencapai Rp 80 ribu per kilogram (kg).

"Kalau kita mau tahan impornya, memang harga daging sapi jadi naik. Kita tahan impornya, saya pernah lakukan dan saya kaget tiba-tiba harga bawang putih naik Rp 80 ribu, saya diserang habis. Jadi naik salah, turun salah. Hitung-hitungan tetap harus ada, pengawasan harus kita lakukan," katanya.

Dia juga tidak mau menyalahkan soal kebijakan impor. Menurutnya, yang perlu dilakukan saat ini adalah meningkatkan kualitas dan daya saing produk dalam negeri. Dia optimistis kinerja sektor pertanian akan tetap tumbuh, di saat banyak sektor lain yang tertekan pandemi virus Corona (COVID-19).

"Saya yakin kalau kita mau lihat data sedikit 2020 ini kuartal II 16,24% yang lain minus semua. Kemudian kuartal III kami masih tumbuh menjadi 2,15%, di saat orang bilang nggak mungkin lagi. Kuartal IV saya masih berusaha bahkan saya akan lakukan percepatan," ucapnya.


Hide Ads