Jakarta -
Konsumen di sektor ekonomi Islam diprediksi menghabiskan uang sekitar US$ 2,3 triliun atau setara Rp 32.612 triliun (kurs Rp 14.179,50/US$) pada 2024. Lalu tingkat pertumbuhan tahunannya secara kumulatif (CAGR) sebesar 3,1%. Hal itu berdasarkan laporan tahunan State of the Global Islamic Economy Report (SGIE).
Laporan tersebut juga memperkirakan ekonomi Islam akan pulih pada akhir 2021. Sementara itu, jumlah pengeluaran Muslim pada 2020 diperkirakan menyusut sebesar 8% dibanding 2019 akibat pandemi.
Laporan tersebut diluncurkan berkaitan dengan event internasional bertajuk Reimagine: Halal in Asia 2020 yang digelar oleh platform kolaborasi komunitas CollabDeen beserta situs travel & gaya hidup untuk pasar Muslim dunia Have Halal, Will Travel (HHWT).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konferensi virtual tersebut akan digelar pada 2-3 Desember 2020, ditandai oleh peluncuran SGIE 2020/21 bekerja sama dengan DinarStandard, perusahaan riset dan lembaga penasehat berbasis di AS.
Mengusung tema "berkembang di tengah ketidakpastian", edisi kedelapan SGIE juga didukung oleh Dubai Islamic Economy Development Centre (DIEDC) dalam menjabarkan kondisi terkini perekonomian Islami. Mulai dari produk halal, keuangan Islami, serta sektor gaya hidup dan jasa.
Laporan tahunan SGIE, diproduksi oleh DinarStandard memprediksi bahwa umat Islam menghabiskan US$ 2,02 triliun pada 2019 untuk sektor makanan, farmasi, kosmetik, busana Muslim, pariwisata, dan media.
Lalu, aset keuangan syariah diperkirakan mencapai US$ 2,88 triliun pada 2019 dan diperkirakan akan berada di level yang sama pada 2020.
Langsung klik halaman selanjutnya.
Dalam Global Islamic Economy Indicator yang tertera dalam laporan tersebut, ada 81 negara yang dievaluasi tahun ini. 1) Malaysia, 2) Arab Saudi, 3) Uni Emirat Arab, 4)Indonesia, dan 5) Yordania berada di peringkat teratas. Peringkat yang diperoleh Arab Saudi dan Indonesia meningkat dari sebelumnya.
Tahun ini, beberapa negara baru yang masuk dalam posisi 15 besar antara lain Singapura, Sri Lanka, dan Nigeria. Global Islamic Economy Indicator mengukur bagaimana ekosistem nasional menyumbang andil terbesar untuk pengembangan aktivitas bisnis dan perekonomian Islami.
"Masuknya Singapura dalam 15 besar menandakan peran penting dalam momentum ekonomi Islam bagi negara tersebut. Kinerja Singapura yang kuat dalam produk halal serta segmen media dan pariwisata adalah tanda positif dari peran ekonomi Islam dalam kebangkitan ekonomi pasca pandemi. Singapura menghasilkan lebih dari US$ 255 miliar per tahun dalam sektor perdagangan halal. Angka tersebut, seperti yang disorot dalam laporan SGIE, merepresentasi 1% (US$ 2,4 miliar) potensi dan peluang untuk berkembang lebih jauh," kata CEO CollabDeen, Fateh Ali dalam keterangan tertulis, Selasa (1/12/2020).
Founder Have Halal, Will Travel, Mikhail Melvin Goh, menyebutkan bahwa seluruh kawasan Asia Tenggara adalah pemain penting dalam ekonomi Islam global.
"Selain pemimpin pasar seperti Malaysia dan Indonesia; Singapura, Thailand, Filipina, Korea Selatan, dan Brunei juga disorot secara mencolok dalam laporan ini. Peringkat #14 yaitu Thailand memiliki nilai ekspor produk halal global senilai US$ 6,2 miliar (di atas Malaysia) dan perkiraan 4,48 juta turis Muslim pada tahun 2019 (melampaui Indonesia. Hal ini menunjukkan ekosistem ekonomi Islam regional yang kuat telah berkembang pesat dari waktu ke waktu," ujar Melvin.
Usai mencapai rekor tahun 2018/19, investasi perusahaan terkait ekonomi Islam secara global melambat pada 2019/20. Tercatat penurunan sebesar 13% menjadi US$ 188 miliar. Lebih dari 54% investasi berada dalam kategori produk halal, sementara keuangan dan gaya hidup Islami masing-masing menarik 41,8% dan 4% dari investasi.
Angka pertumbuhan didorong oleh penggabungan dan akuisisi yang dipimpin perusahaan, investasi modal ventura dalam masa awal teknologi, serta investasi ekuitas swasta.
Abdulla Mohammed Al Awar, CEO Dubai Islamic Economy Development Centre (DIEDC) mengatakan bahwa laporan SGIE adalah publikasi tahunan yang telah mendapatkan daya tarik sebagai referensi terpercaya mengenai ekonomi Islam global. Hal ini berkontribusi untuk memperkuat posisi Dubai sebagai ibu kota global ekonomi Islam.
"Di masa yang tidak pasti ini, ekonomi Islam dengan ekosistemnya yang etis dan transparan tetap menjadi pilar kekuatan dan jaminan untuk masa depan yang lebih baik. Saat kami melihat ke depan, nilai dan prinsip yang menjadi dasar ekonomi Islam ditambah 'sinyal peluang' yang diidentifikasi dengan cermat dalam laporan, memberikan peta jalan bagi pemerintah dan perusahaan untuk menavigasi tantangan dengan mulus. Terus berjalan di jalur mereka menuju pemulihan, dan tetap berjalan sesuai jalur untuk kemakmuran jangka panjang," paparnya.
Langsung kilk halaman selanjutnya.
Rafi-uddin Shikoh, CEO dan Managing Director DinarStandard, mengatakan bahwa laporan SGIE tahun ini menyoroti peluang yang muncul dan menonjol di tengah dampak Covid-19.
"Seperti gangguan rantai pasokan global, hilangnya pekerjaan, krisis layanan kesehatan, dan tantangan ketahanan pangan. Sebanyak 33 'sinyal peluang' yang diidentifikasi dalam laporan tersebut termasuk tokenisasi sukuk dalam fintech Islam. Sinyal lain yang diidentifikasi antara lain terkait produk halal, pergeseran rantai pasokan, investasi ketahanan pangan, dan permintaan nutraceutical," jelasnya.
Laporan SGIE juga terus menyoroti perkembangan dampak sosial ekonomi Islam terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) yang telah dicanangkan United Nations, termasuk inisiatif mengatasi kemiskinan dan krisis ketahanan pangan yang diperburuk oleh pandemi Covid-19.
Laporan SGIE 2020/21 juga merupakan kerja sama dengan SalaamGateway.com, portal berita ekonomi Islam terbesar. Mitra strategis laporan SGIE tahun ini juga termasuk The Islamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA) dan CIMB Islamic, servis dan layanan keuangan Islami milik CIMB.
Dengan visi memupuk perdamaian dan pemahaman antarkomunitas, CollabDeen dan Have Halal, Will Travel mengadakan konferensi virtual pertama di Singapura yang membahas perekonomian Islam pada 2-3 Desember 2020.
Konferensi virtual ini bertujuan untuk mempertemukan para pemimpin industri, innovator, dan wirausahawan (terlepas dari keyakinan yang dianut), untuk mempelajari lebih lanjut mengenai keterlibatan konsumen Muslim dalam membangun ekosistem halal yang lebih kuat untuk pertumbuhan berkelanjutan di wilayah tersebut.
Event yang berlangsung selama 2 hari ini menampilkan lebih dari 30 pembicara dari seluruh dunia untuk memberikan perspektif baru dalam memasuki pasar Islam yang telah mendapatkan daya tarik yang luas dan universal. Untuk informasi lebih lanjut mengenai acara ini, silahkan kunjungi https://reimaginehalal.com/.