Jakarta -
Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti buka suara atas tudingan Adik Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo yang menyebut kebijakannya terkait ekspor benih lobster keliru. Ia mempertanyakan hal tesebut.
"Matahari cerah sekali, sayang tadi pagi saya sempat dengar keliru, Susi keliru, Susi keliru, Susi keliru. Susi keliru apanya? Wong saya sekarang ada di pantai kok, lagi paddling kok. Keliru apanya bo?" ujar Susi melalui video yang diunggah lewat Twitternya seperti dikutip detikcom, Sabtu (5/12/2020).
Susi melanjutkan, pihaknya terbuka jika ada yang keberatan dengan kebijakannya dan menempuh jalur hukum. Ia juga mengaku pernah dituntut sampai Rp 1 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jelang penutup video, Susi kemudian menyinggung kebijakannya yang dianggap keliru itu sudah diubah. Susi menilai, harusnya sudah benar.
"Kan sudah diganti semua yang keliru, mestinya kan jadi benar. Kalau keliru diganti masa keliru lagi, keliru diganti ya jadi benar," katanya.
Hashim sebelumnya mengatakan, kebijakan Susi keliru. Kebijakan yang dimaksud adalah melarang ekspor benih lobster.
Ia mengatakan ekspor benih lobster bisa dilakukan Indonesia dan akan menjadikan negara terkuat untuk produk kelautan. Bahkan, Hashim menyatakan Susi juga melarang budi daya lobster di masa jabatannya.
"Menurut saya banyak orang bilang Indonesia itu berpotensi superpower produk kelautan. Kita yang besar, bukan Vietnam! Kebijakan menteri lama ini keliru. Budi daya lobster juga dilarang itu keliru, Susi keliru menurut saya," ujar Hashim dalam konferensi pers di kawasan Pluit, Jakarta Utara, kemarin (4/12/2020).
Kebijakan Susi yang dirombak Edhy Prabowo di halaman berikutnya.
Kebijakan Susi yang dituding keliru itu sebenarnya sudah dirombak oleh
Edhy Prabowo. Tapi, kebijakan itu pula yang membuat Edhy ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain
ekspor benih lobster, beberapa kebijakan Susi lain juga sudah dirombak. Ini daftarnya:
1. Keran Ekspor Benih Lobster
Salah satu kebijakan Susi yang diubah Edhy Prabowo adalah ekspor benih lobster yang tadinya dilarang, kini dibuka. Menurut Edhy, hal itu penting lantaran banyak nelayan yang hidupnya bergantung pada budi daya komoditas itu.
"Jangan melihat dari satu sudut pandang saja ya. Saya ingin buka kembali ekspor ini karena ada masyarakat kita yang lapar gara-gara dilarang, gara-gara ada peraturan ini (larangan penangkapan benih lobster). Ini yang harus dicari jalannya, saya enggak benci dengan kebijakan yang dulu, tapi saya hanya ingin mencari jalan keluar, bagaimana masyarakat nelayan bisa terus hidup dan tersenyum," ujar Edhy saat ditemui di kediaman Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Jakarta, Rabu (25/12/2019).
Ekspor benih lobster resmi diizinkan Edhy Prabowo melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah Indonesia. Aturan tersebut ditandatanganinya pada 4 Mei 2020. Beleid diundangkan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 5 Mei 2020.
2. Penenggelaman Kapal
Kemudian terkait penenggelaman kapal maling ikan ilegal. Sejak kepemimpinan Edhy Prabowo, dia memilih mengurangi praktik tersebut dan lebih memilih agar kapal maling ikan digunakan kembali oleh nelayan atau sekolah perikanan yang membutuhkan. Hal itu berbeda dengan Susi, yang identik dengan jargon 'tenggelamkan'.
Edhy Prabowo menyebut hanya akan menenggelamkan kapal pencuri ikan yang melarikan diri saat disergap. Lagi pula, menurutnya, butuh biaya yang tidak sedikit untuk menenggelamkan, bahkan hingga Rp 100 juta.
"Menenggelamkan kapal itu butuh biaya lagi setelah putusan pengadilan. Rp 50 juta sampai Rp 100 juta harus ada biaya menenggelamkan lagi. Ngebornya, bakarnya, nyari tempatnya, ngumpulin orangnya, ngumpulin medianya, konsumsi, dan sebagainya," ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI, Senin (6/7/2020).
3. Cantrang
Soal larangan penggunaan cantrang juga direvisi oleh Edhy Prabowo. Kini penggunaan cantrang diperbolehkan lagi untuk melaut. Menurutnya, semua alat tangkap sama saja yang penting sesuai aturan.
"Saya pikir alat tangkapnya apa saja yang penting sesuai aturan. Jangan terlalu mendikotomi (mempertentangkan) suatu alat tangkap," kata Edhy di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2020).
Pencabutan larangan cantrang disusun berdasarkan hasil kajian tindak lanjut Menteri KP Nomor B.717/MEN-KP/11/2019 tentang Kajian terhadap Peraturan Bidang Kelautan dan Perikanan.
4. Batasan Ukuran Kapal
Edhy Prabowo juga mencabut Surat Edaran Nomor B.1234/DJPT/Pl.410/D4/31/12/2015 tentang pembatasan ukuran GT kapal perikanan pada surat izin usaha perdagangan, surat izin penangkapan ikan, dan surat izin kapal pengangkut ikan. Pencabutan itu tertuang dalam Surat Edaran nomor B.416/DJPT/Pl.410/IX/2020 yang disampaikan KKP kepada para pelaku usaha perikanan tangkap.
Aturan batasan ukuran kapal tersebut merupakan peninggalan Menteri KKP 2014-2019 Susi Pudjiastuti. Saat itu, Susi mengeluarkan aturan yang melarang kapal di atas 150 GT untuk menangkap ikan di perairan ZEE. Alasan Susi saat itu, kapal ikan 150 GT akan membuat eksploitasi ikan secara berlebihan di perairan Indonesia. Pelarangan kapal penangkap ikan besar juga dimaksudkan untuk melindungi nelayan kecil.