Jakarta -
Isu merger Gojek dan Grab menjadi perbincangan hangat beberapa hari terakhir. Banyak pihak yang menilai rencana merger ini bisa menimbulkan ancaman monopoli pada bisnis transportasi online.
Monopoli sendiri adalah persaingan usaha yang tidak sehat. Lalu apa kata Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) soal hal ini?
Komisioner sekaligus juru bicara KPPU Guntur Saragih menilai apabila merger Gojek dan Grab terjadi, kemungkinan menciptakan perusahaan dengan pangsa pasar yang besar. Pasalnya, saat ini saja kedua perusahaan menjadi pemimpin pasar transportasi online.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pihaknya tidak bisa melakukan penilaian lebih lanjut apakah ada indikasi atau praktik monopoli dalam upaya merger ini. Pasalnya, KPPU baru bisa meneliti hal itu bila ada laporan masuk.
"Terkait hal ini, kalau nanti merger Grab Gojek memang iya kalau dilihat market share keduanya ini pemimpin pasar dan besar. Lalu pelaku usahanya pun tidak banyak," ujar Guntur dalam konferensi pers virtual, Selasa (8/12/2020).
"Namun demikian kami tidak bisa berkomentar lebih lanjut karena kami rezimnya pos notifikasi, setelah ada pelaporan," katanya.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Guntur mengatakan untuk mengukur ada atau tidaknya monopoli, hal itu dilihat dari seberapa besar konsentrasi pasar apabila
merger Gojek dan Grab dilakukan. Biasanya hal itu akan dihitung dengan HHI Index.
"Tentu saja nanti akan dilihat konsentrasi pasarnya, itu salah satu faktor penilaian paling jadi hal utama pada lembaga pengawas persaingan. Kami menggunakan metode HHI Index," jelas Guntur.
Di sisi lain, sebelumnya pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai monopoli justru tidak akan terjadi. Memang dia mengakui apabila merger Gojek dan Grab dilakukan maka pasar keduanya akan makin besar, namun menurutnya sudah ada penantang lain dari dominasi pasar Gojek dan Grab.
"Memang mereka akan jadi besar sekali, cuma monopoli itu urusan KPPU lah. Tapi kalau mereka mau (merger) kan masih ada Maxim dan lainnya juga. Nggak monopoli sih menurut saya," ujar Djoko kepada detikcom, Minggu (6/12/2020).
Sementara itu, bagi Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syafaril merger Gojek dan Grab dinilai dapat melanggar hukum dan bisa menimbulkan monopoli. Para driver transportasi online pun menolak keras rencana merger Gojek dan Grab.
"Itu merupakan upaya penguasaan bisnis transportasi online di Indonesia dan secara UU ini pelanggaran hukum, ini monopoli. Kami tidak setuju," kata pria yang akrab disapa Ariel ini saat dihubungi detikcom, Kamis (3/12/2020).