Kabar merger Gojek dan Grab mendapatkan penolakan yang keras dari para mitra driver ojek online (ojol). Para driver ojol berencana mengadu ke pemerintah, salah satunya ke Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Mereka menilai meski aksi merger adalah urusan bisnis antara perusahaan swasta, pemerintah dinilai masih punya wewenang untuk menolak. Pasalnya, hal ini menyangkut nasib para driver ojol.
Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono mengatakan pihaknya berencana menyurati beberapa instansi, salah satunya ke Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi yang dipimpin Luhut Binsar Pandjaitan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami konsolidasi dulu, nanti kita kirim surat ke KPPU, Kemenkomarves, BKPM, tentu tembusannya ke Presiden," ujar Igun kepada detikcom, Rabu (9/12/2020).
Dia mengatakan pihaknya masih menunggu kejelasan dari perkembangan kabar merger Gojek dan Grab. Namun rencananya, pihaknya menyurati Luhut dan beberapa instansi lainnya di hari Senin untuk menyampaikan aspirasi penolakan dari para driver ojol.
"Hari Senin ini kalau jadi kita kirim, kami mau lihat dulu perkembangannya ini jadi apa nggak? Ini kan belum ada data valid rilis resmi aksi mergernya," ujar Igun.
Di sisi lain, Igun mengatakan pihaknya memberikan ultimatum agar aspirasi penolakan merger Gojek dan Grab bisa diterima pemerintah dan aplikator.
Bila hingga akhir tahun tidak ada kejelasan pihaknya akan demo. Menurutnya hal itu akan dipusatkan di Istana Negara, lalu ke Kemenkomarves, dan BKPM.
"Apabila aspirasi sebagai asosiasi yang menaungi para mitra pengemudi ojol untuk membuka ruang dialog tidak juga diperhatikan, maka langkah akhir kami adalah menggelar aksi massa pengemudi ojol di seluruh Indonesia," kata Igun.
"Kalau memang nggak ada penjembatanan kita pasti akan turun di Januari, perkiraan pertengahan Januari," tegasnya.
Igun juga mengatakan ada 3 hal yang membuat khawatir para driver ojol dari rencana merger Gojek dan Grab. Apa saja?