Vaksin Corona Belum Tentu Obat Mujarab buat Ekonomi

Vaksin Corona Belum Tentu Obat Mujarab buat Ekonomi

Trio Hamdani - detikFinance
Kamis, 10 Des 2020 07:14 WIB
The doctor prepares the syringe with the cure for vaccination.
Ilustrasi/Foto: iStock
Jakarta -

Harapan bangkitnya perekonomian mulai muncul setelah vaksin Corona sudah tiba di Indonesia yang berasal dari perusahaan Sinovac, China. Sayangnya, meskipun vaksin sudah di tangan tapi PR-nya belum selesai di situ.

Jusuf Kalla (JK) menjelaskan ujung pangkal kelesuan ekonomi akibat pandemi COVID-19 adalah melemahnya daya beli. Hal itu menjadi sorotan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI itu, meskipun vaksin memang memberi optimisme.

"Intinya ialah dari krisis kesehatan ke (krisis) ekonomi lewat daya beli berkurang, kalau daya beli berkurang maka konsumsi berkurang, konsumsi berkurang maka produktivitas (industri) menurun/diturunkan," kata dia dalam webinar yang diselenggarakan Indef, kemarin Rabu (9/12/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jadi, JK lanjut menjelaskan bahwa untuk mengatasi masalah ekonomi secara jangka panjang ini adalah dengan membuat orang-orang kembali berbelanja.

Lalu bagaimana cara mendorong daya beli masyarakat agar kembali berbelanja? Kata JK, mereka harus dapat jaminan mengenai penghasilan.

ADVERTISEMENT

"Daya beli itu merupakan kepercayaan. Saya belanja karena saya pikir tahun depan saya sudah akan ada pendapatan," jelasnya.

Vaksin juga tak begitu saja melenyapkan risiko bagi ekonomi dunia. Penjelasannya di halaman selanjutnya.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengungkapkan masih ada risiko terhadap perekonomian dunia di tengah kabar baik bahwa vaksin sudah ditemukan. Kenapa demikian?

Di satu sisi, dia menjelaskan bahwa vaksinasi memberi harapan akan pemulihan ekonomi pada 2021. Berdasarkan prediksi, ekonomi dunia akan tumbuh 4,2% pada tahun depan.

"Seiring dengan rencana distribusi vaksin di tahun 2021, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan pulih dan tumbuh sebesar 4,2% pada tahun 2021," kata dia dalam webinar.

Namun berbagai tantangan masih tetap ada, mulai dari pandemi COVID-19 gelombang berikutnya, hingga masalah di sektor keuangan.

"Pemulihan ekonomi global masih diikuti risiko ke bawah terutama bila pandemi berkepanjangan dan ada gelombang kedua, kerentanan pasar keuangan, dan perubahan baru konstelasi perdagangan global termasuk rantai pasok," sebutnya.

Terlepas dari itu, Suharso menjelaskan pandemi COVID-19 menjadi momentum Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Indonesia yang lebih baik dan berkelanjutan.

"Pembangunan ekonomi jangka panjang pasca COVID-19 harus didesain ulang agar dapat memberikan basis ekonomi yang kokoh, menjamin kesehatan yang baik, menciptakan lapangan kerja, sekaligus membangun masyarakat yang tangguh di masa mendatang," tambahnya.

(toy/ara)

Hide Ads