3 Saran Bank Dunia ke RI Atasi Orang Miskin Tak Bisa Beli Makanan Pokok

3 Saran Bank Dunia ke RI Atasi Orang Miskin Tak Bisa Beli Makanan Pokok

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 17 Des 2020 12:02 WIB
Pedagang menanta barang dagangan bahan makanan di Pasar Senen, Jakarta, Senin (1/7/2013). Badan Pusat Statistik mencatat bahan makanan menyumbang inflasi yang terjadi sebesar 1,17 % pada juni 2013. file/detikfoto
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Bank Dunia menyarankan pemerintah mengatasi permasalahan pangan di Indonesia. Sebab ada indikasi masyarakat miskin dan rentan di Indonesia semakin sulit untuk membeli makanan pokok.

Country Director World Bank untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen mengatakan, pandemi COVID-19 telah menimbulkan isu-isu baru di sektor pangan. Isu ini yang perlu diantisipasi segera mungkin.

"Ini adalah waktunya, sehingga kita bisa mendorong reformasi di bidang pangan untuk keterjangkauan," ucapnya dalam acara peluncuran IEP Desember 2020 secara virtual, Kamis (17/12/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada 3 perubahan yang direkomendasikan Bank Dunia untuk mengatasi tantangan ketahanan pangan dan memodernisasi sistem pertanian pangan.

Pertama, pendekatan ketahanan pangan perlu diperluas untuk menjawab kebutuhan Indonesia dan mewujudkan visi ketahanan pangan komprehensif yang tertuang dalam
Undang-Undang Pangan.

ADVERTISEMENT

Kedua, tujuan dan instrumen kebijakan perlu disesuaikan kembali dan cakupan kebijakan didefinisikan kembali. Ketiga, pengeluaran publik perlu dialokasikan kembali untuk mendapatkan dampak yang lebih besar dan produktif.

Untuk menerapkan strategi ketahanan pangan yang lebih luas ini, tujuan kebijakan perlu disesuaikan untuk meningkatkan produktivitas dengan bergeser dari fokus eksklusif pada peningkatan hasil ke peningkatan produktivitas tanaman dan ternak.

Kemudian diversifikasi dengan melakukan transisi dari fokus pada tanaman terpilih menjadi pertanian yang terdiversifikasi yang menguntungkan semua petani.

Terakhir terkait daya saing dengan beralih dari melindungi pasar domestik dengan pembatasan impor. Sehingga lebih mendukung peningkatan daya saing pertanian dan membuka pasar ekspor yang luas bagi produsen dalam negeri.

Sebelumnya, dalam laporan IEP Desember 2020, Bank Dunia mencatat makanan menyumbang rata-rata pengeluaran rumah tangga seluruh Indonesia mencapai 55,3%. Namun jika dilihat untuk kelompok masyarakat bawah atau miskin harus menghabiskan 64,3% pengeluarannya hanya untuk membeli makanan.

Sementara untuk 20% masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat menengah ke atas menghabiskan 41,9% pengeluarannya untuk membeli makan.

"Sekarang bukan masalah ketersediaan tapi keterjangkauan, Jadi pasokan pangan ini lebih banyak dinikmati oleh yang mampu tapi tidak untuk kelompok miskin," kata Kahkonen.

Perbedaan yang sangat mencolok lainnya adalah pengeluaran untuk pembelian makanan pokok seperti beras. Untuk 20% kelompok masyarakat paling miskin menghabiskan 12,2% pengeluarannya untuk beli beras. Sementara untuk orang kaya hanya 4,1% dari pengeluarannya untuk beli beras.

Di sisi lain ada faktor yang cukup memperberat kondisi. Ternyata harga beras di Indonesia merupakan yang paling mahal dibandingkan dengan negara lain di kawasan.

Jika masalah ini tidak segera ditindaklanjuti, Bank Dunia memperkirakan ada risiko malnutrisi dan kelaparan karena sebagian masyarakat Indonesia semakin tidak mampu untuk membeli makanan yang bergizi.


Hide Ads