Selama Pandemi, Buruh Sebut Perusahaan Tak Beri Fasilitas Kesehatan

Selama Pandemi, Buruh Sebut Perusahaan Tak Beri Fasilitas Kesehatan

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Sabtu, 19 Des 2020 17:00 WIB
Sejumlah massa buruh dari Serikat Buruh Nasional menggelar aksi di Patung Kuda, Jakarta, Selasa (17/11/2020). Mereka membentuk barikade sambil membawa atribut.
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Federasi serikat buruh persatuan Indonesia (FSBPI) mengungkapkan pandemi COVID-19 ini berdampak ke seluruh kalangan termasuk kaum buruh.

Ketua Umum FSBPI Dian Septi mengungkapkan memang pemerintah berusaha untuk membuat berbagai kebijakan untuk penyelamatan dunia usaha. Namun ada beberapa hal yang membuat buruh tertekan selama pandemi COVID-19 ini.

Dian menyebutkan ada perusahaan yang memaksa buruh tetap bekerja meskipun terpapar risiko COVID-19. "Sejak pandemi COVID-19 merebak di Indonesia, buruh di beberapa sektor seperti manufaktur tetap diharuskan bekerja dengan fasilitas K3 yang terbatas," kata dia dalam konferensi pers, Sabtu (19/12/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengungkapkan berdasarkan penelitian Marsinah FM terhadap buruh di Jabotabek, Karawang dan Jawa Tengah sebanyak 67,81% buruh masih harus berangkat kerja dengan 47,25% di antaranya tetap bekerja penuh seperti biasa, sementara sebanyak 17,12% menerima pengurangan jam kerja.

Hal ini menunjukkan masih tingginya mobilitas kaum buruh sebagai manusia yang bisa berakibat menjadi inang serta carrier COVID-19.

ADVERTISEMENT

Menurut dia seharusnya kaum buruh yang diharuskan tetap bekerja ini mendapatkan fasilitas kesehatan yang memadai untuk melindungi dari paparan virus Corona.

Lanjut halaman berikutnya>>>

Namun faktanya mayoritas justru tidak memperoleh fasilitas kesehatan yang memadai. Bahkan 25,25% buruh bekerja tanpa sama sekali mendapatkan fasilitas kesehatan dari perusahaan.

"Padahal, orang bisa terpapar COVID-19 tanpa menunjukkan gejala dan hal tersebut dampaknya tak membuat pengusaha tergerak untuk memberikan fasilitas kesehatan yang memadai," jelas dia.

Kalaupun ada, fasilitas kesehatan sangat minim, sehingga buruh terpaksa merogoh kantong lebih dalam lagi untuk membeli sendiri fasilitas kesehatan yang dibutuhkan.

Dian menyebut perusahaan tidak serius dalam mencegah penyebaraan COVID-19. Hal ini akan mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang dianggap sebagai penambah biaya produksi.

Selain itu perusahaan juga tidak peduli jika buruhnya meregang nyawa sembari terus mengumpulkan laba. "Di tengah pandemi eksploitasi buruh dipertontonkan secara kasat mata," ujarnya.


Hide Ads