Jakarta -
Mungkin 2020 menjadi tahun yang paling berat selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Berbagai kebijakan dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi situasi darurat kesehatan dan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Dari sederet kebijakan yang dibuat, beberapa diantaranya menuai kontroversi. Berikut sederet kebijakan tersebut.
1. Perppu Corona
Pada 12 Mei 2020, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui peraturan pengganti undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Disease 2019 (Covid-19) menjadi undang-undang (UU).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintahan Jokowi menganggap Perppu ini menjadi sangat penting bagi pemerintah tahun ini. Sebab untuk menangani pandemi COVID-19 dan menyelamatkan ekonomi dibutuhkan anggaran yang besar.
Di dalam Perppu tersebut pemerintah melebarkan defisit APBN 2020 menjadi 5,07% terhadap PDB. Pemerintah juga harus mencari pembiayaan sekitar Rp 852 triliun untuk menutupi defisit anggaran.
Kemudian hal yang mencolok dari isi Perppu tersebut adalah Bank Indonesia (BI) bisa berbagi beban bunga utang atau sharing burden pada pemenuhan pembiayaan penanggulangan dampak pandemi Corona terhadap ekonomi nasional.
Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 695,2 triliun untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN). Total anggaran ini akan dipenuhi melalui pembiayaan utang melalui penerbitan SBN. Pemerintah juga akan memenuhi pelebaran defisit melalui pembiayaan utang.
2. Mengesahkan UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja berawal dari niatan Jokowi yang ingin membabat peraturan dan kebijakan yang tumpang tindih dan saling bertubrukan melalui satu jurus yang disebut Omnibus Law. Namin ketika ide ini bergulir dan mulai menjadi pembahasan timbul polemik.
Penolakan terjadi paling besar di kalangan buruh. Apa lagi ketika draft RUU Cipta Kerja berseliweran. Mereka menuding pemerintah menghilangan banyak hak dari para pekerja demi memuaskan para perusahaan.
Gelombangan penolakan semakin besar, rentetan aksi demo terus digelar oleh kaum buruh. Jokowi sempat menginstruksikan agar pembahasan klaster ketenagakerjaan ditunda pada 24 April 2020. Alasannya untuk mengakomodir kembali usulan dari kalangan pekerja.
Tapi ternyata pemerintah dan DPR bergerak begitu gesit untuk menggodok produk hukum ini. Bahkan masa reses dan pandemi COVID-19 tak memperlambat pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja.
Pada 5 Oktober 2020 publik dibuat terkejut. Pemerintah dan DPR hari itu resmi mengesahkan Omnibus Law Cipta Kerja menjadi undang-undang. Sejumlah aksi massa pun kembali terjadi.
Para buruh menilai ada sederet hal yang dianggap cacat formil dalam pembuatan UU Cipta Kerja. Pihak buruh pun memutuskan untuk melayangkan gugatan ke MK melalui judicial review (JR).
Mereka menilai UU Ciptaker yang disahkan tidak memuat aspirasi buruh yang kata dia sudah disepakati sebelumnya. Hal itu dinilai sebagai cacat formil. Misalnya pesangon yang sebelumnya disepakati tetap 32 bulan upah ternyata menjadi hanya 25 kali upah.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
3. Iuran BPJS Kesehatan Naik
Pada 5 Mei 2020, Jokowi meneken perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam beleid itu disebutkan bahwa iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II resmi naik per 1 Juli 2020.
Dalam aturan itu, iuran kelas I ditetapkan Rp 150 ribu per orang per bulan yang dibayar oleh Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Kemudian, iuran kelas II ditetapkan sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan. Sementara, kelas III ditetapkan Rp 25.500, lalu pada tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp 35 ribu.
Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebelumnya sudah digulirkan oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid itu diteken Jokowi pada 24 Oktober 2019.
Namun, hanya jalan beberapa bulan kenaikan iuran itu dibatalkan. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.
4. Vaksin Gratis
Awalnya pemerintah menetapkan program vaksinasi dibagi dua, yakni vaksin pemerintah dan vaksin mandiri. Untuk vaksin pemerintah akan diberikan gratis untuk para tenaga kesehatan hingga aparat TNI-Polri. Sedangkan vaksin mandiri disiapkan untuk masyarakat luas yang harus dibeli.
Setelah vaksin Sinovac tiba di Indonesia, muncul polemik tentang vaksin tersebut. Beberapa pihak membandingkan vaksinasi di negara lain yang memberikannya secara gratis.
Tiba-tiba pada 16 Desember 2020 Jokowi mengumumkan bahwa vaksin akan diberikan secara gratis kepada masyarakat dengan alasan telah menerima banyak masukan hingga akhirnya kebijakan vaksinasi ditimbang kembali.
"Hari ini saya ingin menyampaikan perkembangan vaksin COVID-19. Jadi setelah menerima banyak masukan dari masyarakat dan setelah melakukan kalkulasi ulang, melakukan perhitungan ulang mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan bahwa vaksin COVID-19 untuk masyarakat adalah gratis. Sekali lagi gratis tidak dikenakan biaya sama sekali," ucapnya, Rabu (16/12/2020).
Buka lagi halaman selanjutnya.
5. Galau Tentukan Libur Cuti Bersama
Sebelumnya pemerintah menggeser cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 1441 baik untuk PNS, pegawai BUMN dan swasta ke 28, 29, 30, dan 31 Desember 2020. Sedangkan untuk 22 Mei 2020 ditetapkan sebagai cuti bersama.
Namun pada Rapat Terbatas tentang Cuti Bersama Tahun 2020 pada Mei lalu yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) diputuskan untuk membatalkan cuti bersama di 22 Mei 2020. Keputusan itu pun tertuang dalam SKB yang baru.
Tak hanya itu, sikap plin-plan pemerintah juga terlihat dari adanya rencana untuk kembali menggeser tanggal cuti bersama yang sudah ditetapkan di akhir Desember 2020.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah akan mengkaji ulang untuk menetapkan cuti bersama Lebaran 2020 pada akhir Juni mendatang.
"Bapak Presiden beri catatan nanti pada akhir Juni akan diadakan pengkajian ulang kalau memang COVID-19 sudah turun, sudah tidak lagi mengancam," tuturnya dalam konferensi pers virtual, Senin (20/5/2020).
Namun akhirnya pada 1 Desember 2020 kemarin, pemerintah memutuskan untuk memangkas libur panjang akhir tahun sebanyak 3 hari. Alasannya karena masih tingginya tingkat penularan COVID-19.