Kewajiban rapid antigen sebagai syarat bepergian ke luar kota disebut sempat menjadi penyebab penumpukan penumpang di bandara. Demikian menurut Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero) atau AP I Faik Fahmi, di mana salah satu bandaranya
yaitu Bandara International Juanda Surabaya disebut sempat mengalami penumpukan penumpang saat awal penerapan rapid antigen.
"Jadi memang waktu itu di sekitar tanggal 17-18 (Desember) sempat terjadi penumpukan di Surabaya," ungkap Faik dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (30/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasannya karena layanan pemeriksaan rapid antigen saat itu masih sangat terbatas bahkan di tempat lain rata-rata dipatok dengan harga yang cukup tinggi. Sedangkan, bandara-bandara AP I, kata Faik, mematok harga pemeriksaan rapid antigen lebih murah dari yang lainnya.
"Karena alternatif pemeriksaan kesehatan dengan basis rapid antigen waktu itu tersedia di bandara di tempat lain belum tersedia. Tersedia di tempat lain pun masih dengan harga yang sangat tinggi ya sekitar Rp 400 ribu ada yang Rp 500 ribu, di tempat kita hanya Rp 170 ribu," katanya.
Ditambah lagi, ada juga yang melakukan pemeriksaan rapid antigen di bandara yang bukan mau bepergian dengan pesawat. Sehingga semakin menambah kepadatan penumpang di bandara.
"Yang kita lihat adalah sebagian penumpang justru bukan orang yang mau naik pesawat. Jadi orang yang menggunakan moda transportasi lain malah datang ke bandara, karena memang mereka mengetahui bahwa kita siap (rapid antigen) dan kemudian juga dengan harga yang lebih terjangkau," sambungnya.
"Di mana 81% nya adalah yang pemeriksaan rapid antigen dan sisanya 19% adalah antibodi. Dari hasil pemeriksaan itu yang reaktif menggunakan antigen itu sekitar 1,96% yang antibodi 3,68%. Jadi rata-rata sekitar di bawah 2% jadi saya kira tidak terlalu tinggi," ungkapnya.
Tak mau tinggal diam, pihak AP I, sambung Faik, langsung mengupayakan berbagai perbaikan untuk mencegah terjadinya penumpukan penumpang di bandara.
"Upaya-upaya yang kita lakukan adalah mulai dari pengaturan ulang flow antrian, kemudian kita minta area tunggu disesuaikan dengan jumlah penumpang yang datang kemudian juga menambah jumlah titik pemeriksaan jadi tidak hanya satu titik tapi beberapa titik pemeriksaan," tuturnya.
"Kemudian juga menambah jumlah petugas dan kemudian juga berkordinasi dengan airlines dan juga stakeholder lain termasuk KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan) untuk bisa memberikan support yang lebih baik kepada para pengguna jasa yang memanfaatkan jasa layanan kita," tambahnya.