Industri perfilman pada 2020 banyak perubahan. Akibat pandemi virus Corona (COVID-19) penonton bioskop terus anjlok dan kini penayangan film lebih banyak melalui streaming atau platform on demand.
Dikutip dari CNBC, Senin (4/1/2021) banyaknya studio produksi film yang kini merilis filmnya di platform streaming membuat pengusaha bioskop di Amerika Serikat (AS) frustasi. Pengusaha bioskop pun dibayang-bayangi kebangkrutan sebab sebagian besar bioskop telah tutup selama 9 bulan terakhir.
Hingga akhir pekan lalu, hanya sekitar 35% bioskop di Amerika Utara yang buka. Penyebab utamanya karena pembatasan yang dilakukan oleh masing-masing negara bagian di AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, beberapa bioskop memilih untuk menutup lokasi karena telah merugi jika bioskop dibuka namun dengan membatasi penonton.
Kendati demikian, ada hal yang masih bisa dilakukan bioskop dan studio pembuat film dalam menjalin kerja sama melalui pandemi ini. Upaya itu alam pembagian untung pada penayangan film.
Jika sebelumnya film harus diputar di bioskop selama 90 hari atau 74 hari sebelum diizinkan untuk menonton video premium on-demand atau layanan streaming. Kini izin itu dipercepat oleh pengusaha bioskop, namun perusahaan bioskop tetap mendapatkan untung meski lebih kecil dari sebelumnya.
"Sebagian besar studio bereksperimen dengan distribusi alternatif ketika mereka tidak dapat mendistribusikan film di bioskop," kata Michael Pachter, analis di Wedbush.
Seperti, perusahaan layanan TV kabel AMC dan bioskop Cinemark telah membuat kesepakatan dengan Universal untuk mendapatkan keuntungan atas permintaan film dialihkan ke streaming.
Ke depannya perilisan film di teater akan banyak perubahan, mengingat vaksin virus Corona kini mulai didistribusikan. Analis Media dan Hiburan di MKM Partners, Eric Handler menegaskan bahwa bioskop tidak akan mati.
"Itu memberi banyak peluang pendapatan hilir. Akan ada perubahan pada model, tapi menurut saya teater adalah sesuatu yang akan tetap ada, " katanya.
(zlf/zlf)