Jangan Macam-macam! KPK 'Pelototi' Program Vaksin Corona

Jangan Macam-macam! KPK 'Pelototi' Program Vaksin Corona

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Sabtu, 09 Jan 2021 08:00 WIB
Vaksin COVID-19 tiba di Kantor Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Kamis (7/1/2021). Sebanyak 39.200 dosis diterima hari ini.
Foto: Ari Saputra: Menteri BUMN dan Menke koordinasi dengan KPK soal pengadaan hingga distribusi vaksin Corona
Jakarta -

Pemerintah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawal proses pembelian hingga distribusi vaksin Corona. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan dengan melibatkan KPK maka segala potensi korupsi dalam pengadaan maupun distribusi vaksin COVID-19 dapat dicegah sedini mungkin.

"Pada kesempatan ini saya dan Pak Menteri BUMN hadir ke KPK untuk membicarakan mengenai pengadaan vaksin dan sedikit mengenai proses vaksinasinya. Sehingga kita bisa secara transparan, bertukar pikiran dan meminta bantuan KPK untuk mengawasi," kata Budi, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (8/1/2021).

Menurut Budi potensi korupsi bisa terjadi mulai dari pembelian, distribusi, hingga penyuntikan vaksin COVID-19.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertama kan vaksin ini pembeliannya sifatnya khusus, perusahaannya nggak banyak di dunia. Akibatnya proses pengadaan yang biasa, seperti tender, BD, open document, seperti itu kan susah untuk dilakukan dan negosiasi mengenai harganya akan sulit dilakukan karena memang sifatnya yang terbatas di seluruh dunia," ujar Budi.

"Jadi bayangkan penduduk dunia itu 7,8 miliar, 70% butuh vaksin 5,5 miliar kalau kali dua dosis 11 miliar, kadang fasilitas produksi cuma 6 miliar. Jadi benar-benar terjadi perebutan yang luar biasa di dunia," sambung mantan Wakil Menteri BUMN itu.

ADVERTISEMENT

Selain itu Budi menjelaskan mengenai 2 mekanisme pembelianvaksin Corona. Pertama yakni dengan cara membeli langsung ke produsennya. Kedua mekanisme multilateral melalui GAVI afiliasi dari WHO.

"Mekanisme multilateral gratis, bilateral bayar dari Bio Farma, padahal barangnya sama. List yang akan di GAVI itu kita beli juga melalui mekanisme di bilateral. Karena Kalau kita beli melalui dua mekanisme ini barangnya nggak cukup, karena yang kita vaksinasi 181 juta orang, 426 juta dosis," terang Budi.

Menurutnya ada bahaya dalam rangkaian proses distribusi hingga penyuntikan vaksin Corona, misalnya vaksin yang digratiskan itu bisa diperjualbelikan.

"Dan siapa yang mendapatkannya kan tertentu orangnya. Itu juga yang mesti kita bicarakan bagaimana agar tidak terjadi risiko-risiko bocornya vaksin gratis sehingga bisa diperjualbelikan di pasaran," katanya.

Sementara itu Menteri BUMN Erick Thohir telah menyiapkan sistem deteksi distribusi vaksin Corona ke berbagai daerah dengan QR code sehingga bisa dipantau ketat.

"Satu mengenai distribusi, tadi kami sampaikan sesuai dengan penugasan kami dari Kementerian BUMN sudah menyiapkan sistem yang tidak sempurna, karena yang sempurna adalah milik Allah SWT," katanya.

"Tapi salah satunya bagaimana dari vial, dari box sampai ke mobil itu semua ada QR code-nya dan bisa dipantau perjalanannya secara detil," tambahnya.

KPK menilai potensi penyimpangan dalam distribusi vaksin COVID-19 bisa terjadi. Klik halaman berikutnya.

Erick Thohir berharap pimpinan daerah dan KPK turut membantu agar vaksin Corona bisa sampai ke daerah-daerah terpencil dengan baik. Apalagi, fasilitas penyimpanan untuk vaksin mesti dijaga antara 2 hingga 8 derajat celcius.

"Tentu di sinilah kenapa kami juga sangat berharap para pimpinan daerah dan tentu di sini KPK turut membantu, Pak Menkes yang bekerja keras dua minggu terakhir ini juga ingin memastikan bahwa setelah sampai provinsi turunannya sampai daerah-daerah terpencil bisa terjadi dengan baik, karena cold chain-nya karena penyimpan pendinginnya harus konsisten 2-8 derajat celcius," ujarnya.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan potensi penyimpangan terjadi tidak hanya pada pengadaan tapi juga distribusi. Dia menjelaskan vaksin Corona dibutuhkan banyak orang dan banyak negara berebut mendapatkannya. Menurutnya, harga vaksin mudah dikontrol.

"Vaksin misalnya Sinovac, kalau ditahan dijual berapa sih, karena yang mau beli vaksin Sinovac banyak negara dan berebut itu mudah sekali dikontrol harganya," katanya.

"Tapi penyimpangan tidak hanya terjadi pada saat pengadaan, ini malah kami melihat mungkin penyimpangan nanti justru distribusi," ujarnya.

Dia menuturkan, potensi itu terjadi karena jumlah vaksin Corona terbatas. Sementara, banyak orang yang berharap mendapat vaksin lebih dulu.

"Karena apa, vaksin ini terbatas sementara orang mengharapkan supaya lebih dulu," ujarnya.

Maka itu, ia bilang, nantinya sebanyak 181 juta orang akan mendapat vaksin secara bergilir dalam satu tahun ke depan. Dia meminta partisipasi masyarakat untuk mengawasi program vaksinasi Corona.

"Kami berharap betul peran serta dari masyarakat juga supaya ikut juga mengawasi pelaksanaan program vaksinasi COVID ini," ujarnya.


Hide Ads