Komisi IV DPR mempertanyakan kenaikan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi. Sebagaimana diketahui, baru-baru ini terbit Peraturan Menteri Pertanian (Permentan} 49/2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021.
Harga pupuk urea yang semula Rp 1.800/kg, naik Rp 450 menjadi Rp 2.250/kg, lalu pupuk SP-36 dari HET Rp 2.000/kg naik Rp 400 sehingga menjadi Rp 2.400/kg.
"Kok tiba-tiba tanpa konsultasi tanpa diajak ngomong tiba-tiba HET naik. Hebat sekali kementan," ujar Ketua Komisi IV DPR Sudin Sudin dalam Rapat Dengar Pendapat secara virtual, Rabu (13/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Teman-teman Komisi IV ingin mendengar perihal kenapa HET naik kok nggak dikonsultasikan ke kami?" sambungnya.
Direktur Jenderal Prasarana Dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Sarwo Edhy pun langsung merespons sekaligus meminta maaf atas kesalahpahaman yang timbul akibat kebijakan tersebut.
"Kami mohon maaf memang penyampaian SK Menteri Pertanian itu satu pintu melalui biro hukum, dan kami pun berfikiran bahwa itu sudah ditembuskan ke Komisi IV, namun kalau belum pada kesempatan ini kami mohon maaf dan kami siap salah untuk hal ini," ucap Sarwo.
Sarwo pun menjelaskan pertimbangan dibaliknya naiknya harga HET pupuk bersubsidi.
"Jadi sebetulnya ini dari 2020 itu ada usulan dari Ketua KTNA (Kelompok Tani Nelayan Andalan) kepada Menteri Keuangan tanggal 20 Maret 2020 di mana isinya adalah meminta pemerintah untuk menaikkan HET antara Rp 300-Rp 500 per Kg untuk mengatasi kekurangan pupuk waktu itu di 2020," ungkapnya.
Permohonan juga didiskusikan dengan Komisi IV DPR RI. Bahkan, kesimpulannya DPR mendukung pemerintah terkait rencana tersebut.
"Kemudian kesimpulan atau keputusan RDP tanggal 12 Februari 2020 butir 4 yang berbunyi Komisi IV DPR RI mendukung pemerintah untuk mengalokasikan anggaran dan kuota pupuk bersubsidi dengan menaikkan HET pupuk bersubsidi dan meningkatkan alokasi pupuk bersubsidi TA 2020 untuk memberikan kepastian pemenuhan pupuk bersubsidi," katanya.
Kemudian rencana itu didukung pula oleh SK Menteri Keuangan No.213 tanggal 18 Maret 2020 yang isinya untuk menutup kekurangan pupuk bersubsidi agar dapat menaikkan HET dan merasionalisasi komponen pembentuk HPP (harga pokok penjualan).
"Kemudian dasar selanjutnya risalah rapat terbatas bidang perekonomian RI tanggal 14 Desember 2020 yang dipimpin oleh Menko Perekonomian, dihadiri Menkeu, Mentan, Mendag, kemudian Menperin, dan dari Pupuk Indonesia hadir juga yang memutuskan kenaikan HET di 2021," tambahnya.
Lagipula, sejak 2012 sambung Sarwo belum pernah terjadi lagi kenaikan HET pada pupuk bersubsidi
"Belum ada kenaikan HET sejak 2012 sementara kenaikan gabah hampir setiap tahun meningkat," sambungnya.
Kenaikan HET pupuk bersubsidi pun dinilai penting demi meminimalkan kesenjangan harga antara pupuk bersubsidi dan non subsidi untuk meminimalkan penyimpangan.
Terakhir, terkait anggaran untuk pupuk bersubsidi yang mengalami penurunan untuk tahun 2021 ini, sehingga kenaikan HET menjadi dibutuhkan.
"Kemudian pertimbangan selanjutnya adalah bahwa alokasi anggaran pupuk bersubsidi 2021 turun menjadi Rp 25,27 triliun, sementara di 2020 itu Rp 29,7 triliun. Jadi ada penurunan 4,3 triliun," paparnya.